Pernyataan Sikap Perempuan Mahardhika
Tolak Hasil Keputusan DPR;
Kenaikan BBM dan Pemiskinan Perempuan: Rejim SBY-Budiono dan DPR Gagal!
Bukti palsu sudah berkali-kali ditunjukan oleh rejim SBY-Budiono dan DPR. Sama seperti rejim-rejim sebelumnya, rejim SBY-Budiono tidak pernah punya kehendak untuk memberikan kesejahteraan pada rakyat terlebih bagi perempuan miskin. Gerakan rakyat berhasil menghentikan langkah rejim menaikan harga BBM. Namun perjuangan belum selesai, kenaikan harga BBM ditunda hingga 6 bulan ke depan, dengan pilihan opsi 2; harga BBM tidak akan dinaikkan sekarang, tetapi Pemerintah diperbolehkan menaikkan harga BBM bila harga minyak mentah (ICP) naik sebesar 15% dari asumsi 120 dolar AS per barel yang tercantum dalam RAPBN-P 2012. Artinya opsi tersebut tetap mengikuti skema pasar International, sehingga kenaikan harga BBM menjadi tak terelakan, tetap akan naik. Tindakan rejim SBY-Budiono akan menaikkan harga BBM yang sudah menjadi wacana 1 bulan ini dan memakan banyak korban dalam setiap aksi penolakan, merupakan kebijakan yang semakin menghancurkan kapasitas kemajuan rakyat dengan jurang kemiskinan yang kian jauh. Ditengah penghancuran kemanusiaan tersebut, perempuan lah yang paling menjadi korban. Setelah persoalan perkosaan yang menjadi isu di peringatan Hari Perempuan Internasional, 8 Maret lalu, penghancuran kapasitas kemajuan perempuan semakin dalam dirasakan ketika juga harus menghadapi kebijakan kenaikkan harga BBM. Artinya perempuan sebagai korban perkosaan sama beratnya dengan perempuan sebagai korban kenaikkan harga BBM. Sehingga jelas di depan mata, kenaikan harga BBM yang merupakan turunan dari persoalan kemiskinan akibat sistem Kapitalisme, merupakan persoalan mendesak kaum perempuan miskin hari ini dan penting untuk direspon bersama dengan gerakan rakyat lainnya. Oleh sebab itu, kaum perempuan berkepentingan terhadap pembangunan konsolidasi secara keberlanjutan menolak kenaikan harga BBM karena kapitalisme sebagai penyebab kemiskinan Indonesia (dan juga dunia) melanggengkan patriarki yang telah ribuan tahun menghancurkan kapasitas kemanusiaan perempuan. Lalu apa dampaknya bagi perempuan ketika BBM dinaikkan?
1. Pemiskinan Perempuan
Neoliberal sebagai jalan keluar krisis Kapitalisme justru menghancurkan kemajuan perempuan dan rakyat serta menghancurkan kemanusiaan. Melalui resep-resep penyesuaian struktural (SAP), seperti pencabutan subsidi sosial, liberalisasi perdagangan dan investasi, disiplin fiscal, reformasi perpajakan, privatisasi, deregulasi (penghapusan tarif dan hambatan perdagangan), serta perlindungan hak kepemilikan, menyebabkan ketergantungan negara-negara dunia ketiga khususnya Indonesia pada skema ekonomi politik yang dijalankan pemodal-pemodal Internasional seperti konsensus washington, IMF, Bank Dunia, dll (Kebijakan hutang, pembukaan pasar sebebas-bebasnya, dll). Alhasil, Indonesia dikondisikan untuk bersaing dengan pasar Internasional. Dampaknya, kemiskinan kian akut. Persoalan kemiskinan menjadi persoalan mendasar kaum perempuan dan rakyat. Di Indonesia, persoalan kemiskinan menurut data Bank Dunia (World Bank) menyebutkan jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 100 juta jiwa, 70 % nya adalah perempuan dan sebagian besarnya adalah kaum Ibu. Ibu, sebagai perempuan penanggung anaklah—baik sebagai istri maupun tidak—yang menderita paling berat dari meningkatnya kemiskinan dan kekerasan saat ini. BLT yang sudah berjalan tidak mampu menurunkan harga. Sebelum BBM naik, kenaikan harga sudah lebih dulu naik. Jika BBM naik, kenaikan harga barang/kebutuhan pokok akan makin bertambah, artinya pemiskinan perempuan terutama perempuan sebagai Ibu juga akan semakin bertambah.
2. Pemiskinan perempuan bertambah, patriarki semakin merajalela
Akan begitu banyak derita yang akan ditanggung perempuan yang hidup dalam masyarakat Kapitalisme yang melanggengkan patriarkhi. Tentu, beban ganda yang ditanggung perempuan mau tidak mau harus ditambah lagi dengan beban memikirkan manejemen kebutuhan domestik dengan dampak kenaikkan harga BBM (ongkos transport, harga barang, harga sembako juga semakin naik). Dalam askes pendidikan, ditengah lilitan kemiskinan jika ditambah dengan kenaikan BBM, perempuan tidak diprioritaskan untuk sekolah tinggi. Begitu pula akses kesehatan, kaum perempuan akan kesulitan mengakses kesehatan terlebih kesehatan reproduksinya. ”Hari ini sudah bisa makan saja, sudah cukup”, tanpa mempertimbangkan asupan gizi yang baik bagi kesehatan tubuh, khususnya bagi ibu hamil dan setelah melahirkan serta gizi anak sebagai generasi bangsa. Belum lagi, tingkat kekerasan seksual seperti perkosaan, pelecehan seksual, KDRT, perdagangan perempuan, dll yang akan semakin bertambah khususnya bagi perempuan klas menengah-miskin. Kekerasan sangat berkaitan dengan kemiskinan. Kekerasan sulit diatasi tanpa peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup perempuan. Status perempuan yang dinomerduakan di dalam keluarga (tidak diakui sebagai kepala kelurga) membuat kaum Ibu memiliki beban lebih berat dengan maupun tanpa suami. Kaum Ibu yang bekerja di luar rumah masih dibebankan pekerjaan rumah tangga sebagai tugas utamanya (beban ganda), status pekerjaan si ibu pun hanya dianggap “membantu suami”, sehingga ia tidak pernah diberikan hak atas tunjangan keluarga. Situasi ini akan sangat merugikan bagi ibu-ibu pekerja orang tua tunggal. Minimnya akses terlebih jika BBM naik, menyebabkan perempuan pekerja sulit menikmati fasilitas memadai (murah dan aman) dan upaya hukum jika terjadi kekerasan seksual. Sehingga hak atas kebenaran, keadilan dan pemulihan semakin jauh dari harapan.
Kedua situasi diatas saling berkaitan dan berdampak pada kondisi kaum perempuan di Indonesia. Oleh karenanya sudah cukup menyandarkan penyelesaian jalan keluar kemiskinan akibat kapitalisme kepada rejim SBY-Budiono, yang tak pernah konsisten. Tanpa jalan keluar penyelesaian kemiskinan (krisis) yang konsisten memutus rantai kapitalisme, persoalan patriarkhi yang menghambat kemajuan perempuan akan semakin sulit untuk diatasi. Dengan demikian, ditengah pengelolaan industri tambang yang minim teknologi dan tidak berpihak pada rakyat, kami menyerukan jalan keluar:
1. Nasionalisasi aset tambang khusunya minyak dan gas di bawah kontrol rakyat
Di Indonesia ada 60 kontraktor Migas yang terkategori ke dalam 3 kelompok: (1) Super Major: terdiri dan ExxonMobile, Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Texaco yang menguasai cadangan minyak ‘70% dan gas 80% Indonesia; (2) Major; terdiri dan Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex yang menguasai cadangan minyak 18% dan gas 15%; (3) Perusahaan independen; menguasai cadangan minyak 12% dan gas 5%. Walhasil, kita bisa melihat bahwa minyak dan gas bumi kita hampir 90% telah dikuasai korporasi internasional dan hasilnya tentu diekspor (dinikmati) ke negara dunia maju. Rakyat tidak dapat menikmati hasil buminya sendiri.
2. Industrialisasi Nasional di bawah kontrol rakyat dan daya dukung lingkungan
Cadangan minyak yang dimiliki Indonesia sebesar 1,3 juta barel per hari merupakan landasan bagi Indonesia untuk mengembangkan industri dengan teknologi yang maju serta pengelolaan manejemen yang pro pada rakyat dan lingkungan dibarengi dengan peningkatan tenaga produktif di Indonesia.
3. Penghapusan utang luar Negeri, prioritaskan APBN pada anggaran Pendidikan, kesehatan, fasilitas yang aman dan memadai khusunya bagi perempuan dan rakyat pada umumnya
Utang kian membengkak, per tanggal 31 Mei 2011, Indonesia memiliki utang US$ 201,07 Miliar atau Rp 1.716 triliun. Angka ini melonjak dibanding tahun 2010, yaitu Rp 1.676 triliun. Stop membayar utang, prioritaskan APBN pada anggaran pendidikan dan kesehatan untuk membangun kapasitas kemajuan rakyat.
4. Jaminan sosial untuk Ibu, merupakan tanggung jawab negara untuk mengurangi beban domestik bagi Ibu. Karena untuk mengurangi beban domestik bagi ibu bukan hanya dengan melakukan pembagian kerja dalam rumahtangga secara setara, tetapi pemberian jaminan sosial baik kesehatan gratis, pendidikan gratis, tempat pemeliharaan dan pendidikan anak yang terjangkau bahkan gratis, subsidi untuk ibu-ibu miskin dan masukan penambahan tunjangan keluarga di dalam komponen upah pekerja perempuan yg memiliki tanggungan anak.
5. Tarik pajak progresif terhadap korporasi raksasa dan orang-orang terkaya, juga pajak pada setiap transaksi keuangan di pasar saham sebagai sumber dana jaminan sosial untuk ibu. Dimana tuntutan ini dilakukan diluar kewajiban yang dimandatkan UU Kesehatan terhadap 5% alokasi APBN terhadap sektor kesehatan (saat ini sektor kesehatan hanya mendapat 1,85% dari total APBN).
Seruan kepada kaum perempuan Indonesia:
Ayo, kaum perempuan keluar rumah, berorganisasi, bangun gerakan perempuan dan lanjutkan penolakan kenaikaan BBM, bergabunglah dengan gerakan rakyat lainnya agar persatuan meluas dan kuat untuk membangun pemerintahan yang adil dan setara.
Tolak Hasil Keputusan DPR, Lanjutkan Perjuangan Penolakan Kenaikan Harga BBM!
Usut Tuntas Kasus Pelanggaran HAM yang dilakukan polisi dan TNI!
Komite Nasional Perempuan Mahardhika