PEREMPUAN KELUAR RUMAH! BANGUN ORGANISASI dan GERAKAN PEREMPUAN LAWAN PATRIARKI dan KAPITALISME untuk KESETARAAN dan KESEJAHTERAAN

28 Desember 2011

Memperingati Hari Ibu, 22 Desember 2011

Kaum Ibu Bangkit!
Lawan Kekerasan dan Pelecehan Seksual
Tuntut Jaminan Sosial untuk Kesejahteraan Kita

Jenis-jenis persoalan yang menimpa kaum ibu masih sama dari tahun ke tahun.  Walau tingkat penindasannya berbeda-beda tergantung pada arah kebijakan ekonomi dan politik di berbagai periode sejarah negeri ini. Diantara berbagai persoalan, kekerasan (fisik, non fisik, dan psikologis), pelecehan seksual, dan kemiskinan, adalah persoalan utama paling banyak dialami kaum ibu di sepanjang masa.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Kekerasan ini paling banyak terjadi di dalam keluarga, di dalam komunitas, maupun yang dilakukan negara. Kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran HAM, dan bahwa pemenuhan hak-hak perempuan adalah pemenuhan hak-hak asasi manusia. (Konferensi HAM Wina 1993)
Di dalam masyarakat dimana laki-laki adalah peguasa utama (masyarakat patriarki), maka kaum Ibu penanggung anaklah—baik sebagai istri maupun tidak—yang menderita paling berat dari meningkatnya kemiskinan dan kekerasan saat ini. Kekerasan sangat berkaitan dengan kemiskinan. Kekerasan sulit diatasi tanpa peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup perempuan. Status perempuan yang dinomerduakan di dalam keluarga (tidak diakui sebagai kepala kelurga) membuat kaum Ibu memiliki beban lebih berat dengan maupun tanpa suami. Kaum Ibu yang bekerja di luar rumah masih dibebankan pekerjaan rumah tangga sebagai tugas utamanya (beban ganda), status pekerjaan si ibu pun hanya dianggap “membantu suami”, sehingga ia tidak pernah diberikan hak atas tunjangan keluarga. Situasi ini akan sangat merugikan bagi Ibu-ibu pekerja tunggal.

Kaum Ibu juga merupakan korban kekerasan dan pelecehan seksual yang paling tidak kentara dibanding kaum perempuan lainnya. Apalagi dibawah selubung perkawinan, pelecehan seksual dan pemaksaan hubungan seksual terhadap perempuan seringkali tidak dianggap pelanggaran hak azasi manusia. Sementara kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, walau UU KDRT telah disahkan dan perangkat serta aparat hukum telah disediakan, belum menyumbang banyak pada perubahan perilaku laki-laki dan penurunan angka kekerasan. Bentuk kekerasan lainnya yang juga belum banyak mendapat perlawanan adalah poligami serta perkawinan di bawah umur. Situasi kemiskinan dalam masyarakat patriarki membuat kaum perempuan dijadikan komoditas seksual laki-laki tanpa perempuan itu sendiri menyadarinya atau berani menolaknya.
Pada kesempatan hari Ibu kali ini, kami menyatakan bahwa kaum Ibu harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat berkembang dan maju seperti manusia lainnya. Jalan penyelesaian yang ditempuh haruslah menyeluruh dari hulu hingga hilir persoalan. Dan beberapa jalan keluar yang kami anggap penting antara lain:
  • Melawan dan melaporkan tindakan kekerasan (termasuk pelecehan seksual) sebagai langkah pertama dan paling penting dilakukan kaum Ibu. Agar berani melawan, kaum ibu harus dibekali pendidikan dan penyadaran yang luas terkait kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan bagaimana cara melawannya.
  • Menuntut penghapusan seluruh produk hukum perundang-undangan yang melegitimasi kekerasan terhadap perempuan, seperti: UU Anti-Pornografi, Perda-perda anti miras dan prostitusi, Perda-perda syari’a dan bernuansa agama tertentu, perda-perda penggusuran dan ketertiban umum, dll.
  • Menuntut pembubaran institusi-institusi yang melegitimasi kekerasan aparat keamanan, seperti komando-komando teritorial, satuan polisi pamong praja, polisi-polisi syariah, dll. 
  • Bersamaan dengan itu, beban domestik Ibu harus dikurangi. Tidak hanya membagi pekerjaan rumahtangga secara setara, namun juga menuntut tanggung jawab negara mengurangi beban tersebut. Bentuk tanggung jawab negara diwujudkan melalui pemberian jaminan sosial menyeluruh kepada kaum ibu, yang lebih kurang meliputi:
  1. Biayai dan sediakan tempat-tempat pemeliharaan dan pendidikan anak yang baik dan terjangkau—hingga gratis, karena seluruh anak-anak adalah tanggung jawab sosial negara;
  2. Biayai dan sediakan klinik-klinik bersalin, alat-alat kedokteran, obat-obatan berkualitas terkait kesehatan reproduksi Ibu, penambahan jumlah bidan dan dokter kandungan, pemerataan sebaran bidan/dokter dengan memenuhi hak-hak kesejahteraan bidan di lokasi kerjanya;
  3. Biayai dan sediakan asupan bergizi sehat yang lengkap bagi ibu hamil dan balita;
  4. Biayai dan sediakan tenaga kesehatan untuk memberikan pendidikan seksualitas bagi kaum ibu serta sosialisasi hak-hak reproduksi Ibu, memberikan penjelasan lengkap terkait alat-alat kontrasepsi yang paling aman dan sehat, tak hanya bagi kaum Ibu, namun juga ayah. Ibu berhak memilih tanpa paksaan jenis alat kontrasepsi apa yang hendak ia gunakan;
  5. Pembangunan tempat-tempat menyusui dan ruang ibu dan balita diberbagai tempat umum seperti perkantoran, stasiun, pertokoan, terminal, dll.
  6. Pemberian subsidi atau bantuan dana kredit usaha khusus bagi Ibu-ibu tunggal atau janda yang tidak punya pekerjaan tetap atau menganggur.
  • Di luar jaminan sosial untuk Ibu, penyetaraan upah antara perempuan dan laki-laki di tempat kerja serta penambahan tunjangan keluarga di dalam komponen upah pekerja perempuan yg memiliki tanggungan anak, adalah sebuah keharusan.
  • Dana untuk jaminan sosial ini tidak tidak boleh ditarik dari rakyat dalam wujud iuran atau sejenisnya. Dana tersebut harus didapatkan antara lain dari pajak progresif terhadap korporasi raksasa dan orang-orang terkaya, pajak pada setiap transaksi keuangan di pasar saham, dll. Upaya ini dilakukan diluar kewajiban yang dimandatkan UU Kesehatan terhadap 5% alokasi APBN terhadap sektor kesehatan (saat ini sektor kesehatan hanya mendapat 1,85% dari total APBN).
  • Jaminan sosial ini adalah wujud terpadu dan lebih spesifik untuk mengatasi kemiskinan dan beban domestik kaum ibu. Program-program semacam Jampersal dan Program Keluarga Harapan tidak cukup komprehensif juga tumpang tindih dalam mengatasi persoalan kaum ibu.
Kita sudah saksikan sendiri bahwa politik di negara kita sangat korup dan membela kepentingan segelintir kelompok penguasa, pengusaha dan pemodal kaya raya sehingga tidak akan berpihak pada program-program di atas. Oleh karena itu pekerjaan yang lebih penting dilakukan adalah penyadaran seluas-luasnya terhadap berbagai program di atas sehingga dapat melahirkan pergerakan politik kaum ibu yang bisa sekaligus mengubah watak kekuasaan politik-kebudayaan patriarkis serta ekonomi pro kapital yang berlaku saat ini. Membangun pergerakan politik kaum ibu sebagai bagian politik rakyat yang menghendaki keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan, dapat dilakukan melalui:
  1. Pembangunan wadah-wadah belajar, tukar pikiran, diskusi dan perlawanan kaum ibu dan perempuan secara umum;
  2. Mendorong wadah-wadah perempuan dimana kaum Ibu terlibat aktif agar tidak sekadar melakukan program karitatif namun juga ikut membicarakan dan mencari jalan keluar persoalan kaum Ibu;
  3. Membentuk komite-komite anti kekerasan dan pemenuhan jaminan sosial dari tingkat terkecil sampai nasional.

Komite Nasional Perempuan Mahardhika