PEREMPUAN KELUAR RUMAH! BANGUN ORGANISASI dan GERAKAN PEREMPUAN LAWAN PATRIARKI dan KAPITALISME untuk KESETARAAN dan KESEJAHTERAAN

28 Desember 2011

Memperingati Hari Ibu, 22 Desember 2011

Kaum Ibu Bangkit!
Lawan Kekerasan dan Pelecehan Seksual
Tuntut Jaminan Sosial untuk Kesejahteraan Kita

Jenis-jenis persoalan yang menimpa kaum ibu masih sama dari tahun ke tahun.  Walau tingkat penindasannya berbeda-beda tergantung pada arah kebijakan ekonomi dan politik di berbagai periode sejarah negeri ini. Diantara berbagai persoalan, kekerasan (fisik, non fisik, dan psikologis), pelecehan seksual, dan kemiskinan, adalah persoalan utama paling banyak dialami kaum ibu di sepanjang masa.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Kekerasan ini paling banyak terjadi di dalam keluarga, di dalam komunitas, maupun yang dilakukan negara. Kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran HAM, dan bahwa pemenuhan hak-hak perempuan adalah pemenuhan hak-hak asasi manusia. (Konferensi HAM Wina 1993)
Di dalam masyarakat dimana laki-laki adalah peguasa utama (masyarakat patriarki), maka kaum Ibu penanggung anaklah—baik sebagai istri maupun tidak—yang menderita paling berat dari meningkatnya kemiskinan dan kekerasan saat ini. Kekerasan sangat berkaitan dengan kemiskinan. Kekerasan sulit diatasi tanpa peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup perempuan. Status perempuan yang dinomerduakan di dalam keluarga (tidak diakui sebagai kepala kelurga) membuat kaum Ibu memiliki beban lebih berat dengan maupun tanpa suami. Kaum Ibu yang bekerja di luar rumah masih dibebankan pekerjaan rumah tangga sebagai tugas utamanya (beban ganda), status pekerjaan si ibu pun hanya dianggap “membantu suami”, sehingga ia tidak pernah diberikan hak atas tunjangan keluarga. Situasi ini akan sangat merugikan bagi Ibu-ibu pekerja tunggal.

Kaum Ibu juga merupakan korban kekerasan dan pelecehan seksual yang paling tidak kentara dibanding kaum perempuan lainnya. Apalagi dibawah selubung perkawinan, pelecehan seksual dan pemaksaan hubungan seksual terhadap perempuan seringkali tidak dianggap pelanggaran hak azasi manusia. Sementara kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, walau UU KDRT telah disahkan dan perangkat serta aparat hukum telah disediakan, belum menyumbang banyak pada perubahan perilaku laki-laki dan penurunan angka kekerasan. Bentuk kekerasan lainnya yang juga belum banyak mendapat perlawanan adalah poligami serta perkawinan di bawah umur. Situasi kemiskinan dalam masyarakat patriarki membuat kaum perempuan dijadikan komoditas seksual laki-laki tanpa perempuan itu sendiri menyadarinya atau berani menolaknya.
Pada kesempatan hari Ibu kali ini, kami menyatakan bahwa kaum Ibu harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat berkembang dan maju seperti manusia lainnya. Jalan penyelesaian yang ditempuh haruslah menyeluruh dari hulu hingga hilir persoalan. Dan beberapa jalan keluar yang kami anggap penting antara lain:
  • Melawan dan melaporkan tindakan kekerasan (termasuk pelecehan seksual) sebagai langkah pertama dan paling penting dilakukan kaum Ibu. Agar berani melawan, kaum ibu harus dibekali pendidikan dan penyadaran yang luas terkait kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan bagaimana cara melawannya.
  • Menuntut penghapusan seluruh produk hukum perundang-undangan yang melegitimasi kekerasan terhadap perempuan, seperti: UU Anti-Pornografi, Perda-perda anti miras dan prostitusi, Perda-perda syari’a dan bernuansa agama tertentu, perda-perda penggusuran dan ketertiban umum, dll.
  • Menuntut pembubaran institusi-institusi yang melegitimasi kekerasan aparat keamanan, seperti komando-komando teritorial, satuan polisi pamong praja, polisi-polisi syariah, dll. 
  • Bersamaan dengan itu, beban domestik Ibu harus dikurangi. Tidak hanya membagi pekerjaan rumahtangga secara setara, namun juga menuntut tanggung jawab negara mengurangi beban tersebut. Bentuk tanggung jawab negara diwujudkan melalui pemberian jaminan sosial menyeluruh kepada kaum ibu, yang lebih kurang meliputi:
  1. Biayai dan sediakan tempat-tempat pemeliharaan dan pendidikan anak yang baik dan terjangkau—hingga gratis, karena seluruh anak-anak adalah tanggung jawab sosial negara;
  2. Biayai dan sediakan klinik-klinik bersalin, alat-alat kedokteran, obat-obatan berkualitas terkait kesehatan reproduksi Ibu, penambahan jumlah bidan dan dokter kandungan, pemerataan sebaran bidan/dokter dengan memenuhi hak-hak kesejahteraan bidan di lokasi kerjanya;
  3. Biayai dan sediakan asupan bergizi sehat yang lengkap bagi ibu hamil dan balita;
  4. Biayai dan sediakan tenaga kesehatan untuk memberikan pendidikan seksualitas bagi kaum ibu serta sosialisasi hak-hak reproduksi Ibu, memberikan penjelasan lengkap terkait alat-alat kontrasepsi yang paling aman dan sehat, tak hanya bagi kaum Ibu, namun juga ayah. Ibu berhak memilih tanpa paksaan jenis alat kontrasepsi apa yang hendak ia gunakan;
  5. Pembangunan tempat-tempat menyusui dan ruang ibu dan balita diberbagai tempat umum seperti perkantoran, stasiun, pertokoan, terminal, dll.
  6. Pemberian subsidi atau bantuan dana kredit usaha khusus bagi Ibu-ibu tunggal atau janda yang tidak punya pekerjaan tetap atau menganggur.
  • Di luar jaminan sosial untuk Ibu, penyetaraan upah antara perempuan dan laki-laki di tempat kerja serta penambahan tunjangan keluarga di dalam komponen upah pekerja perempuan yg memiliki tanggungan anak, adalah sebuah keharusan.
  • Dana untuk jaminan sosial ini tidak tidak boleh ditarik dari rakyat dalam wujud iuran atau sejenisnya. Dana tersebut harus didapatkan antara lain dari pajak progresif terhadap korporasi raksasa dan orang-orang terkaya, pajak pada setiap transaksi keuangan di pasar saham, dll. Upaya ini dilakukan diluar kewajiban yang dimandatkan UU Kesehatan terhadap 5% alokasi APBN terhadap sektor kesehatan (saat ini sektor kesehatan hanya mendapat 1,85% dari total APBN).
  • Jaminan sosial ini adalah wujud terpadu dan lebih spesifik untuk mengatasi kemiskinan dan beban domestik kaum ibu. Program-program semacam Jampersal dan Program Keluarga Harapan tidak cukup komprehensif juga tumpang tindih dalam mengatasi persoalan kaum ibu.
Kita sudah saksikan sendiri bahwa politik di negara kita sangat korup dan membela kepentingan segelintir kelompok penguasa, pengusaha dan pemodal kaya raya sehingga tidak akan berpihak pada program-program di atas. Oleh karena itu pekerjaan yang lebih penting dilakukan adalah penyadaran seluas-luasnya terhadap berbagai program di atas sehingga dapat melahirkan pergerakan politik kaum ibu yang bisa sekaligus mengubah watak kekuasaan politik-kebudayaan patriarkis serta ekonomi pro kapital yang berlaku saat ini. Membangun pergerakan politik kaum ibu sebagai bagian politik rakyat yang menghendaki keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan, dapat dilakukan melalui:
  1. Pembangunan wadah-wadah belajar, tukar pikiran, diskusi dan perlawanan kaum ibu dan perempuan secara umum;
  2. Mendorong wadah-wadah perempuan dimana kaum Ibu terlibat aktif agar tidak sekadar melakukan program karitatif namun juga ikut membicarakan dan mencari jalan keluar persoalan kaum Ibu;
  3. Membentuk komite-komite anti kekerasan dan pemenuhan jaminan sosial dari tingkat terkecil sampai nasional.

Komite Nasional Perempuan Mahardhika

26 November 2011

Pernyataan Sikap Perempuan Mahardhika, Mendukung Penuh Perjuangan Mama-Mama dan Kaum Perempuan Lainnya di Tanah Papua


Mendukung Penuh Perjuangan Mama-Mama dan Kaum Perempuan Lainnya di Tanah Papua :

Hentikan Diskriminasi terhadap warga asli Papua! Berikan pasar permanen yang nyaman dan strategis bagi perekonomian mama-mama pegadang asli Papua!

Salam Kesetaraan,

Saat melihat jejaring sosial, ada yang membuat kami bangga ditengah respon 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Kaum Perempuan Papua kembali berani bersuara, melakukan metode aksi turun kejalan disaat situasi politik Papua sedang kembali bergerak. Kami dari Perempuan Mahardhika mengapresi dan mendukung sepenuh-penuhnya perjuangan Mama-Mama pedagang asli Papua yang sedang menuntut hak ekonomi mereka agar bisa berdagang hasil bumi mereka dengan nyaman untuk bertahan hidup.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Papua memiliki sumber alam yang melimpah namun hasil bumi sebagai lahan utama perekonomian warga asli Papua sedikit dinikmati mereka. Lihat saja Freeport yang sudah 44 tahun bercokol di Tanah Papua, warga asli hanya dijadikan buruh rendahan yang dibayar dengan upah murah. Mereka tidak diajarkan bagaimana mengelola gunung emas yang bisa menghasilkan keuntungan Rp. 114 milyard per hari atau sekitar Rp 41,04 Trilyun per tahun. Hal serupa terjadi  di sektor dagang, warga asli Papua mengalami penyingkiran akses ekonomi untuk berdagang. Pasar permanen yang dijanjikan pemerintah setempat tak kunjung datang. Sebagai gantinya mama-mama hanya diberikan dulu pasar sementara. Namun selama berjalan 1 tahun ini,  sangat sulit pedagang asli Papua mengakses fasilitas, baik dalam hal air bersih, wc, listrik (dengan pembayaran yang tak jelas), dan lapangan parkir. Bahkan mereka harus bersaing lagi dengan pasar penyangga yang ada di terminal Mesran.

Kami sangat menyesalkan tindakan pemerintah yang terus mendiskriminasikan warga asli papua dalam mengakses saranan fasilitas pasar yang bila tak segera dihentikan dapat memicu konflik etnis dan rasial di Papua. Bahwa pada prinsipnya, tidak boleh adanya pembedaan akses terhadap warga asli dengan pendatang itu benar, seperti termaktub dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) tahun 1948 dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-undang no.7 tahun 1984, Indonesia seharusnya melindungi hak asasi setiap warga negaranya tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, agama, dan orientasi seksualnya. Namun, agar tidak menjadi tataran teori dan Undang-Undang saja, kita memang harus melihat kembali sejarah Papua. Selain pengabaian hak ekonomi politik,  ternyata penindasan ras masih terjadi secara sistematis terhadap mereka, warga asli Papua.

Oleh karenanya, kami mendukung perjuangan mama-mama pedagang pasar untuk juga mendapat hak ekonomi dan akses faslitas pasar yang sama bagi warga non-papua, kami meyerukan:
1.      Hentikan Diskriminasi terhadap warga asli Papua!
2.      Berikan pasar permanen yang nyaman dan strategis bagi perekonomian mama-mama pegadang asli Papua!
3.      Hentikan pembangunan mal-mal tanpa konsultasi dengan rakyat setempat!
4.      Penuhi hak-hak ekonomi, sosial budaya dan sipil politik perempuan Papua dan rakyat Papua pada umumnya, agar dapat dengan setara mengelola sumber-sumber kekayaan alamnya secara adil bagi kebaikan seluruh rakyat dan bumi tempat hidupnya!

Sekian
Hidup Perempuan Papua!



31 Oktober 2011

Sunat Perempuan Melanggar Nilai Kemanusiaa

Oleh Christina Yulita P

Sunat bagi laki-laki merupakan hal yang sebaiknya dilakukan untuk menghindari penyakit kelamin. Sunat ini mempunyai alasan medis untuk dilakukan. Namun sunat bagi perempuan apakah sebaik-baiknya dilakukan?

Sunat perempuan menjadi pendiskusian kembali dikalangan gerakan dan aktivis perempuan setelah muncul peraturan baru oleh Menteri Kesehatan (No 1636/MENKES/PER/XI/2010) tentang sunat perempuan pada November 2010. keluarnya Peraturan Menteri tersebut merupakan langkah mundur dari kebijakan sebelumnya yang berisi larangan medikalisasi sunat perempuan bagi petugas kesehatan, yang dikeluarkan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI pada 20 April 2006. 

Menurut WHO, definisi dari Sunat Perempuan atau Female Genital Cutting (FGC) adalah semua prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh dari bagian luar alat kelamin perempuan atau mengores alat kelamin perempuan tanpa adanya alasan medis. Ada empat tipe dari definisi sunat perempuan yaitu memotong seluruh bagian klitoris (bagian mirip penis pada tubuh pria), memotong sebagian klitoris, menjahit atau menyempitkan mulut vagina (infibulasi), menindik atau menggores jaringan sekitar lubang vagina, atau memasukkan sesuatu ke dalam vagina agar terjadi perdarahan dengan tujuan memperkencang atau mempersempit vagina.

Pendidikan seks dan sosialisasi kesehatan reproduksi yang minim diketahui oleh masyarakat menyebabkan ketidakpahaman akan dampak negatif ketika sunat perempuan dilakukan. Dampak jangka pendek yang terjadi infeksi pada seluruh organ panggul yang mengarah pada sepsis, tetanus yang menyebabkan kematian, gangrene yang dapat menyebabkan kematian, sakit kepala yang luar biasa mengakibatkan shock, retensi urine karena pembengkakan dan sumbatan pada uretra.

Sementara dampak jangka panjang yang akan dirasakan perempuan adalah Rasa sakit berkepanjangan pada saat berhubungan seks, penis tidak dapat masuk dalam vagina sehingga memerlukan tindakan operasi, disfungsi seksual (tidak dapat mencapai orgasme pada saat berhubungan seks), disfungsi haid yang mengakibatkan hematocolpos (akumulasi darah haid dalam vagina), hematometra (akumulasi darh haid dalam rahim), dan hematosalpinx (akumulasi darah haid dalam saluran tuba), infeksi saluran kemih kronis, inkontinensi urine (tidak dapat menahan kencing), bisa terjadi abses, kista dermoid, dan keloid (jaringan parut mengeras).

Itulah dasar-dasar medis yang tak terelakan untuk menolak penyunatan terhadap perempuan. Namun dibalik dasar ilmiah tersebut terdapat pandangan masyarakat yang hari ini juga menjadi kesadaran mayoritas orang tentang tradisi patriarkal. Tradisi yang membatasi perempuan untuk menahan hak seksualitasnya dengan menyunat klitoris. Bersarangnya libido dalam klitoris sebagai pusat energi psikis untuk menciptakan gairah seksual ternyata bisa dihancurkan demi mengontrol tubuh perempuan.

Kontrol atas tubuh membuat perempuan tak dapat menikmati hak seksualitas untuk mencapai orgasme yang inginkan dan itu tidak ada hubunganya dengan stereotype perempuan binal, menganggap bahwa perempuan tidak dapat mengontrol tubuhnya sendiri bahkan hingga pada level kebijakan yang diskriminatif. Inilah pandangan masyarakat patriarkal yang menganggap bahwa laki-laki superior, perempuan inferior sehingga laki-laki memiliki kuasa untuk mengontrol tubuh perempuan

Sunat perempuan telah melanggar nilai-nilai kemanusiaan karena mengabaikan hak perempuan untuk menikmati orgasme. Praktek ini telah bertentangan dengan UU No.7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), UU No. 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia, Undang-Undang No. 39/ 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No.23/2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) – pasal 5 tentang larangan melakukan kekerasan fisik, dan UU No. 23 tahun 2009 tentang Kesehatan – Bagian Keenam tentang Kesehatan Reproduksi. 

Tidak ada alasan apapun untuk melegalkan sunat perempuan kembali. Sunat perempuan tidak memiliki landasan ilmiah namun hanya didasarkan pada budaya patriarkal semata. Penelitian menunjukkan bahwa sunat perempuan lebih banyak membawa banyak korban daripada manfaatnya  dimana 100 sampai 140 juta anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia menanggung akibat sampingan penyunatan.
Sumber-sumber data:

25 September 2011

Aksi Rok Mini: Jangan Salahkan Korban, Adili dan Hukum Pemerkosa.


Sekitar 100 orang terlibat dalam Aksi Rok Mini: Perempuan Menolak Pemerkosaan yang berlangsung di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta pada hari Minggu 18 September dimulai pada pukul 15.00 berakhir sekitar pukul 17.00.

Aksi ini merupakan protes kaum perempuan terhadap penyataan Gubernur Jakarta Fauzi Bowo (FOKE) yang menyatakan "Bayangkan saja kalau orang naik mikrolet duduknya pakai rok mini, kan agak gerah juga," ketika ditanya pendapatnya oleh wartawan atas kasus Livia seorang mahasiswi yang diperkosa dan dibunuh di angkutan publik. Statemen tersebut menyulut kemarahan dikalangan aktivis perempuan karena mengandung makna menyalahkan korban dan merupakan bentuk kekerasan verbal terhadap kaum perempuan. Satu hari setelah penyataan Fauzi Bowo tersebut, aktivis perempuan melakukan  konsolidasi dan memutuskan untuk segera melakukan protes dan menuntut agar pelaku pemerkosa yang kenai hukuman.

Berada dalam naungan Aliansi Perempuan Menolak Pemerkosaan, perempuan dari berbagai kalangan (aktivis, guru, mahasiswa, pelajar, ibu-ibu rumah tangga) dan organisasi dengan penuh semangat meneriakkan “My Rok Mini is My Right, Pemerkosa Foke You”, “Salah Otakmu Bukan Salah Rok Miniku” .

Aliansi Perempuan Menolak Pemerkosaan mengecam kesembronoan pernyataan pejabat publik yang menyalahkan cara berpakaian korban perkosaan dan mencurigai adanya andil perempuan korban perkosaan dalam serangan perkosaan. Yang jelas harus diusut dan diungkapkan kejahatannya adalah pelaku perkosaan mencakup identitas, modus dan sistematika tindak perkosaan itu. 

Selain itu Aliansi Perempuan Menolak Pemerkosaan menuntut aparat penegak hukum untuk lebih mampu serius dan tangkas menangani pemerkaraan hukum semua kasus perkosaan, termasuk mempelajari akar permasalahan secara utuh sesuai dengan amanat undang-undang dan tujuan regulasi mencapai keadilan hukum dan menuntut pemerintah daerah untuk menjamin keamanan angkutan umum dan ruang publik bagi warga masyarakat dan memperbaiki penata-kelolaan sistem transportasi untuk penyelenggaran hidup bermasyarakat di ibukota.

Sebagai informasi ditahun 2011 terdapat 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan  dan 3.753 merupakan kasus pemerkosaan. (VW)

30 Juni 2011

Bebaskan mereka yang ditahan - Hentikan serangan terus menerus terhadap kaum sosialis Malaysia


Di Jakarta, KPRM PRD, KPO-PRP, PPRM (dan organisasi-organisasi lain yang akan bersedia mendukung) akan menyelenggarakan aksi solidaritas untuk menuntut pembebasan aktivis Partai Sosialis Malaysia (PSM), pada tanggal 1 Juli 2011, Pukul 09:00 WIB di depan kantor Kedubes Malaysia di Jakarta Jl. H.R. Rasuna Said. Kav.X/6, No. 1-3, Kuningan, Jakarta Selatan.

Karakter represif pemerintahan dan polisi Malaysia tentu tidak asing bagi para Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia. Sehingga kita berkepentingan bersolidaritas dan mendukung setiap perjuangan demokrasi dan kesejahteraan di Malaysia agar rakyat dan kaum pekerja Indonesia di Malaysia dapat hidup berdampingan secara damai dan saling bantu-bersolidaritas. 

Dihadapan fakta bahwa pemerintah Indonesia pun tidak berkepentingan dengan sungguh-sungguh membela tenaga kerja migran Indonesia yang direpresi oleh pemerintah Malaysia, dan juga fakta bahwa ruang demokrasi di negeri kita semakin lama semakin direpresi, semakin tak dimungkinkan lagi kebebasan berekpresi dan berideologi melalui pasal-pasal RUU Intelejen dan RUU KUHP, maka sekecil apapun aksi saling-solidaritas dibutuhkan untuk tegaknya demokrasi demi menjamin perlawanan rakyat memenuhi hak-hak kehidupannya. 

Oleh karena itu, ayo bergabung pada aksi kami.

Terima Kasih.

Lawan setiap pemerintahan anti demokrasi!
Bersatu, Berjuang untuk kesejahteraan rakyat!

Berikut adalah pernyataan sikap yang dikeluarkan pada tanggal 28 Juni 2011 oleh Sekretaris Jenderal Nasional Partai Sosialis Malaysia (PSM) terhadap latar belakang penangkapan dan represi terhadap aktivis-aktivis PSM di Malaysia.

__________

20 Juni 2011

Hari Bersejarah Bagi Dunia


MahardhikaNews, 17/06/2011 di Jenewa, Swiss adalah hari bersejarah bagi dunia, karena Dewan HAM PBB akhirnya mengesahkan resolusi terkait persamaan hak bagi semua orang tanpa memandang orientasi seksual.
  
Perjuangan selama bertahun-tahun kaum Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) digunakan pada tahun 1990-an menggantikan frase Gay karena istilah ini mewakili semua kelompok yang bukan heteroseksual. Maka istilah ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender.

13 Juni 2011

Demokrasi terancam; Mari meluaskan kampanye penolakan dan gagalkan RUU Intelijen !


PEMBEBASANews
12 Juni 2011 | 17:00 WIB
Rakyat Bergerak

Bundaran HI, Jakarta Pusat
Sekitar pukul 19:00 WIB, 70an lebih massa terlihat berkumpul di depan Hotel Indonesia. Massa tersebut mempersiapkan diri dengan mengatur barisannya. Dengan dipimpin oleh Muhammad Nasir Jamlean selaku Korlap aksi, massa berjalan dengan membawa obor, spanduk dan poster yang bertuliskan tentang penolakan terhadap RUU Intelijen yang rencananya akan disahkan pada bulan Juli tahun ini oleh DPR.

Setelah sampai di Bundaran HI, puluhan massa tersebut melakukan pembukaan aksi dengan mengelilingi Bundaran HI untuk kemudian mementaskan teatrikal yang bertema RUU Intelijen=Matinya Demokrasi.
Aksi yang diorganisir oleh PEMBEBASAN Jabodetabek-Bandung tersebut melibatkan pula organisasi gerakan demokratik lain yang memiliki analisa sama tentang bahayanya RUU Intelijen. Beberapa organisasinya adalah: Perempuan Mahardhika, Federasi Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP-PPBI), Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB-PPBI), Komite Politik Rakyat Miskin (KPRM-PRD), PPRM, SBTPI dan AMP.
Dalam orasi politiknya, para aktivis tersebut menegaskan bahwa: RUU Intelijen merupakan senjata bagi intel untuk bisa lebih bergerak bebas. Bahkan dalam isian RUUnya, pemberian keleluasaan terhadap petugas intel yang dijamin dalam RUU sangat berpotensi melanggar prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia, misalnya pasal tentang Penyadapan, penangkapan tanpa surat dan tidak boleh didampingi oleh pengacara, penangkapan minimal 7X24 jam, dll dll.

Belum lagi tentang pasal yang mengatur bahwa pengambilan orang/beberapa orang yang dicurigai "mengganggu keamanan nasional" bisa tidak diketahui orang lain, bahkan pihak keluargapun tidak akan diberitahu, hal itu sama saja melegalkan penculikan, syarat dengan pelanggaran HAM.

06 Juni 2011

PENDIDIKAN GRATIS ITU SANGAT MUNGKIN

PROGRAM SOSIALIS:
Nasionalisasi Industri di bawah kontrol rakyat:
Menjawab pembiayaan untuk Pendidikan Gratis (belajar dari pengalaman Venezuela)
***
...

Proses Pengambilalihan Kendali dan Tipe Pengelolaan Industri di Tangan Rakyat

o Pengambilalihan kendali industri oleh pemerintah Venezuela pertama kali difokuskan pada sektor industri perminyakan (migas), listrik dan telekomunikasi. Fokus kedua dilakukan terhadap sektor konstruksi dan makanan, yakni industri semen (meliputi hampir 40 pabrik), peternakan dan susu—melanjutkan pengambilalihan terhadap 32 lahan pertanian berskala besar. Sedangkan industri seperti mineral, metal, bauksit, batubara dan baja tetap berada di tangan Negara—memang tidak pernah diprivatisasi (dijual ke tangan swasta asing).

o Re-nasionalisasi PDVSA dilakukan di akhir tahun 2001. Pemerintahan Chavez mengalokasikan lebih dari 50% keuntungannya untuk program-program sosial peningkatan tenaga produktif (missiones). Pemerintah juga mendirikan National Fund for Economic Development (Fonden) dari hasil surplus cadangan mata uang asing yang meningkat akibat peningkatan harga minyak. Dari Fonden, dana dialirkan khususnya untuk peningkatan/alih teknologi dan penelitian ilmiah.

o Sejak pemerintahan Hugo Chavez berhasil memenangkan kekuasaan pada tahun 1998, berbagai paket perundang-undangan yang melindungi hak dan partisipasi buruh (serta rakyat miskin) sudah diterapkan. Hasilnya, di hampir seluruh perusahaan, berbagai serikat buruh baru tingkat pabrik berkembang. Hukum perundang-undangan yang baru memungkinkan kaum buruh untuk menyelenggarakan referendum (penentuan pendapat) guna memutuskan sekaligus menjalankan perjanjian bersama (semacam PKB) di pabrik, yang kemudian membuka kesempatan bagi lapisan pejuang buruh militan (baru) untuk bermunculan dan ikut mengambil tanggung jawab.

o Di tahun 2005, banyak pabrik yang tutup diambil alih serta dijalankan oleh pekerja. Sebanyak 800 pabrik tutup di seluruh negeri (kebanyakan karena ditinggal oleh pengusaha yang anti-Chavez) dan sejak November 2006, kurang lebih 1200 pabrik sudah diambil alih oleh kaum buruh. Namun di tahun 2008, hanya sedikit yang bisa bangkit kembali dan dalam beberapa kasus, dikelola di bawah manajemen koperasi buruh, atau justru gagal beroperasi.

o Pendudukan Pabrik Pengelola Limbah Padat di Merida. Di bulan September 2007, setelah memperoleh gaji, buruh pabrik Pengelolaan Limbah ini menduduki instalasi pabrik dan menuntut agar pemilik perusahaan angkat kaki, kemudian mereka mengambil alih kantor dan menuntut agar administrasi pabrik tersebut berhenti.

o Re-nasionalisasi Pabrik Baja SIDOR di Kawasan Industri Guayana. SIDOR adalah salah satu industri baja raksasa yang paling penting di Venezuela dan Amerika Latin. Setelah mengambil alih pabrik, Presiden Chavez melegalkan pengambilalihan tersebut lewat dekrit pada tanggal 9 April 2008.

Sambil menunggu negara mengambil alih administrasi pabrik, sejak 10 April 2008, kaum buruh di beberapa bagian mulai terorganisir ke dalam komite-komite pengawasan dan kontrol pabrik. Tujuannya untuk menghambat sabotase peralatan, kontrol produksi dan serangan dari supervisor atau para bos lainnya. Kehendak para pekerja SIDOR adalah mengelola produksi dan administrasi perusahaan tersebut. Mereka juga mempersiapkan proposal mengenai pengelolaan SIDOR yang baru, yang menyatakan bahwa pengelolaan oleh buruh tidaklah mustahil, bahkan bisa dengan hasil yang lebih baik dan efisien.

Sikap Politik PEMBEBASAN: Mengecam tindak kekerasan rektorat kampus Universitas Tehnologi Yogyakarta (UTY)


Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional
(PEMBEBASAN)


Sikap Politik:
Mengecam tindakan represif rektorat UTY, pihak keamanan kampus dan preman bayaran yang menyerang aksi Aliansi Pejuang Demokrasi Universitas Teknologi Yogyakarta dalam menuntut pembentukan dan legalisasi BEM

Sikap Politik dan Seruan Solidaritas
Atas tindakan brutal aparat keamanan kampus dan preman bayaran yang membubarkan, melakukan tindak kekerasan terhadap aksi Aliansi Pejuang Demokrasi Universitas Tekhnologi Yogyakarta (UTY) bersama kawan-kawan PEMBEBASAN Kolektif Wilayah Yogyakarta di kampus UTY.
Tolak dan Lawan Segala Bentuk Intimidasi dan Represifitas terhadap Aksi Rakyat dan Mahasiswa..!!

Salam Pembebasan Nasional!
Insiden yang menciderai demokrasi kembali ditunjukkan oleh unsur-unsur anti demokrasi. Pihak rektorat kampus UTY sejak lama menerapkan aturan pelarangan berorganisasi di kampus, hingga membuat geram kelompok mahasiswa demokratik.

Pelanggaran terhadap hak sipil-politik rakyat merupakan tindakan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Rakyat memiliki hak untuk bebas membentuk organisasinya, mengasah kapasitas dirinya, mengembangkan produkstifitas. Maka, tidak ada alasan kuat apapun bagi pihak rektorat Universitas Teknologi Yogyakarta untuk melakukan pelarangan terhadap aktivitas organisasi kemahasiswaan di dalam kampus, apalagi pelarangannya disertai dengan tindakan represif dan melanggar hukum. Pihak rektorat juga telah memainkan aturan tersendiri yang tidak sejalan dengan aturan yang berada di atasnya (jaminan kebebasan berserikat dan berorganisasi yang ada dalam salah satu pasal undang-undang dasar Negara). Kebijakan anti demokrasi di kampus Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) sudah dterapkan sejak tahun 2004, dimana kampus telah melarang segala bentuk aktivitas organisasi yang berada di lingkungan kampus mereka, baik itu organisasi intra (BEM) maupun ekstra kampus. Reaksi brutal dan bar-bar yang dilakukan rektorat merupakan cerminan dari watak militeristik, dimana segala hal yang menentang kekuasaan selalu diselesaikan dengan jalan mengerahkan alat-alat kekerasan (satpam, preman, polisi dan tentara).

Hari Internasional Melawan Homophobia


MahardhikaNews-Jakarta, (21/05/11) , Badan Kesehatan Dunia secara resmi menyatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan  pada 17 mei  1990 World Health Organization (WHO),  kemudian melengkapi sekaligus dengan di terbitkannya : - asosiasi psikiater amerika serikat pada tahun 1972 telah menyatakan bahwa: homoseksualitas harus dikeluarkan dari kategori gangguan/kerusakan mental, para ahli kejiwaan diindonesia, yang diperkuat oleh departemen kesehatan republik indonesia sebagai otoritas tertinggi pengesahan sistem kesehatan negara indonesia, sudah tidak lagi mencantumkan homoseksualitas sebagai bagian dari penyakit kejiwaan pada dokumen resmi negara yang bernama: pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa ke-03 tahun 1993.

02 Juni 2011

Perempuan dalam Demokrasi


 Oleh: Linda Sudiono

Untuk menumbangkan rezim otoriter menuju sistem yang demokratis membutuhkan kesadaran dan juga perjuangan yang luar biasa militan dari seluruh tatanan sosial yang tertindas. Bahkan ketika rezim otoriter berhasil ditumbangkan, transisi menuju demokrasi masih menjadi masa yang secara spesifik sangat menentukan dalam mengaplikasikan prinsip egaliter yang sejatinya. Dalam hal itu, perempuan yang “dianugerahi” posisi terbawah dari struktur sosial menjadi semakin berkepentingan untuk memastikan jalur dan kekokohan transisi demokrasi agar tidak terjerumus dalam penindasan yang berulang. Memang benar bahwa, demokrasi tidak serta merta menyelamatkan perempuan dari jebakan ketidaksetaraan, namun demokrasi adalah salah satu jembatan bagi perempuan untuk menuju pembebasan. Keseluruhan persoalan yang dihadapi oleh perempuan dalam masa kediktatoran baik yang bersifat gender praktis maupun gender strategis (Molyneux)membutuhkan partisipasi langsung dari perempuan terhadap struktur masyarakat yang baru, jika tidak ingin dikembalikan pada “takdir ilmiahnya” setelah sistem demokrasi menemui singgasananya. Apa yang sesungguhnya dituntut oleh perempuan dari sistem demokrasi?dan sebaliknya apa yang diinginkan sistem demokrasi dari perempuan?

01 Juni 2011

PELANGGARAN HAK_HAK NORMATIF


MahardhikaNews-Jakarta (31/05/11), Berbagai  pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Kawasan Berikat Nusantara g (KBN) Cakung, Jakarta Utara. Pelanggaran Hak-hak Normatif seperti Cuti Haid, Cuti hamil, cuti melahirkan dan Union busting, yang selama ini tidak di berikan oleh para pengusaha, maka kaum buruh di KBN cakung menuntut hak-haknya yang selama ini tidak diberikan. Tapi pihak KBN melakukan pelarangan aksi rally kawasan (yang juga di dukung oleh beberapa serikat di KBN antara lain FSBI, SBSI 92 dll) yang digagas oleh FBLP-PPBI. para pihak KBN mengatakan bahwa masih ada trauma, karena pemogokan tanggal 25 November dan 3 Desember tahun 2010 lalu. Dan para serikat kuning juga menambahkan bahwa kami harus tanyakan dulu dengan serikat-serikat lain yang ada di KBN Cakung ini kalau mereka sepakat untuk rally kawasan maka ayo kita lanjut rally kawasan. Kami hadir di sini untuk mengajak kepada seluruh buruh KBN Cakung untuk bersama menuntut hak kaum buruh yang selama ini dirampas oleh pemilik modal, aksi kami aksi damai bukan aksi anarkis kata Ketua Forum Buruh Lintas Pabrik Jumisih.

28 Mei 2011

Ketika Rakyat Berkehendak


Zely Ariane*

“Seperti revolusi yang akan terus menantang, mengguncang, memprovokasi, menggeser paradigma berfikir, mengubah cara berpikir, dan membuat kita berbalik.” Apa yang dikatakan Bell Hooks, seorang Professor English pada City College City University of New York, tersebut sangat tepat mewakili apa yang mungkin ada di dalam pikiran jutaan orang yang sedang menyaksikan jam demi jam momentum perubahan yang sedang digulirkan rakyat Mesir saat ini.

Jutaan mata dan pikiran tersebut kini sulit berpaling, karena begitu cepat dan akbarnya perubahan situasi di wilayah Arab tersebut. Dari Tunisia dan Mesir; Aljazair hingga Ramallah; dari Amman hingga Sana’a-Yaman, rakyat bahu membahu menunjukkan sikap politiknya: cukup sudah pemerintah anti demokrasi dan penyebab kemiskinan.

“Benar-benar telah terjadi perubahan pada level keberanian rakyat,” demikian ujar salah seorang jurnalis dan blogger terkemuka di Mesir, 3arabawy, Hossam el-Hamalawy, dalam mengapresiasi perlawanan rakyat Mesir saat ini. Apresiasi ini dapat dengan mudah kita buktikan dalam menit demi menit liputan berbagai media cetak dan elektonik dunia. Serangan balik dari para “pendukung” rezim Mubarak semakin menguatkan perlawanan rakyat Mesir. Bahkan rakyat meminta maaf telah terlambat 30 tahun melakukan perlawanan ini.

Agar adil dalam pikiran lalu mengubah dunia



Catatan Hari Perempuan 8 Maret 2011 

Zely Ariane[1]

Kami,
manusia urutan dua
pengasuh keluarga, rumah tangga, suami-suami, kakek-nenek, anak-anak, hingga cucu-cicitnya,
dengan rela
pemberi nyawa bagi kapital, hasil eksploitasi ujung rambut sampai ujung kaki
kambing hitam kerusakan moral dan hawa nafsu lelaki, tak henti-henti
peringkat pertama dari semua penderita penyakit dan kemiskinan

Kami,
dihimpit atas bawah, muka belakang, kiri kanan
ditindas fisik, mental, dan spiritual

Kami,
perempuan
(zy)

Seratus satu tahun bukan waktu yang sebentar bagi perjuangan perempuan melawan penindasan. Apalagi jika dihitung sejak berdirinya masyarakat ilmiah untuk perempuan di Belanda, tahun 1785. Dari perkumpulan-perkumpulan diskusi, kajian, penelitian ilmiah dan kedokteran, barisan aksi-aksi dan karya bacaan, konferensi dan berbagai petisi, kaum perempuan Eropa dan Amerika memulai perjuangan untuk kesetaraan. Diikuti perempuan-perempuan di banyak negeri-negeri jajahan, dengan karakteristik pembebasannya masing-masing, menanggapi penjajahan sekaligus persoalan-persoalan khusus perempuan.

Digeluti dan dilawannnya hambatan-hambatan di lingkup domestik dan lingkungan terdekatnya, hingga hambatan sosio kultural dan politik ekonomi masyarakat dan kekuasaan, setiap hari tanpa jeda. Banyak keberhasilan yang oleh karena itu dimenangkan, bahkan harta, keluarga, dan nyawa taruhannya. Namun tak sedikit pula yang dipukul mundur, ditarik kembali ke dalam kegelapan domestik, kemiskinan, dan penindasan fisik, mental, serta spiritual.

Inilah situasi yang harus diatasi demi melanjutkan perjuangan kesetaraan dan pembebasan perempuan sepenuhnya, yaitu:  perjuangan melawan penindasan atas dasar keperempuanan (seksisme) dan seksualitasnya.

Mayday Tahun Ini


Oleh: Zely Ariane*

“’Dan internasionale jayalah di dunia…’ Malam ini adalah malam renungan kita yang diimplementasikan lewat konfirmasi2 untuk kawan seperjuangan! Kepada seluruh kaum Marxis Indonesia, selamat merayakan hari buruh 1/5/2011. Semoga di hari yang fitri ini kita, lewat kampanye politik dan bagi-bagi selebaran selama ini dapat menghancurkan paham dan adat tua, mewujudkan rakyat yang sadar-sadar, memenangkan tuntutan-tuntutan rakyat tertindas di hari esok! Akhir kata Jayalah Sosialisme … (Nasir & Keluarga Besar UBK)”

Pesan singkat itu terasa heroik bak menyambut hari Idul Fitri bagi orang Islam. Kata-katanya pun menggebu laksana deruan beduk di malam takbiran. Pesannya tidak main-main: dengan aktivitas perjuangan yang sederhana (kampanye politik dan bagi-bagi selebaran) dapat menghancurkan paham-adat tua, sehingga rakyat sadar, dan tuntutan dimenangkan. Tujuannya pun mulia: untuk kejayaan Sosialisme.

Seruan Nasir memang berbeda dengan Peter McGuire dari pabrik Paterson New Jersey,  yang telah menginspirasi 20.000 buruh New York menyerukan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi  di tahun 1882. Mungkin karena Nasir sadar bahwa ketiga tuntutan Peter tersebut tak akan tercapai tanpa perjuangan untuk sosialisme.

Namun saat ini, buruh-buruh kita sedang menjauh dari cita-cita 8 jam kerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam rekreasi, apalagi untuk sosialisme. Walau hal itu tak mengendurkan semangat Nasir, seorang mahasiswa itu, untuk tetap berani dengan lantang menyatakan sikapnya secara terbuka esok hari dalam rally Mayday ke Istana. Karena ia sadar, kapitalisme tak bisa memberi jam kerja lebih pendek, apalagi mimpi untuk rekreasi.

27 Mei 2011

Pameran Karya "PEREMPUAN DILARANG BICARA"



Perempuan adalah sosok yang sampai saat ini masih selalu dinomorduakan. Bahwa perempuan harus selalu menurut kepada laki-laki, Perempuan adalah kaum yang lemah dan anggapan-anggapan lainnya yang selalu ada dalam kehidupan masyarakat saat ini adalah salah dan sangat membuat harkat dan martabat perempuan semakin jauh dari kesetaraan, karena itulah kebudayaan yang dinamakan patriarki. Akhirnya pola pikir itulah yang sampai saat ini membuat perempuan menjadi semakin sulit untuk berposisi dan beraspirasi serta semakin terkungkung dalam kebudayaan yang tidak adil dan setara bagi perempuan itu sendiri.


Selain budaya patriarki, perempuan juga masih mendapatkan dirinya dalam penindasan yang bertambah. Sistem negara yang kapitalistik membuat perempuan tereksploitasi. Keterbelakangan pendidikan dan buta huruf (tercatat di BSN, mayoritas adalah perempuan) membuat perempuan di dunia kerja, dihargai murah oleh pengusaha. Kodrat menstruasi, menyusui dan melahirkan dijadikan alasan kuat untuk memPHK perempuan seenaknya. Akhirnya korban kemiskinan dan pengangguran terbanyak adalah perempuan, yang berujung sebagian perempuan mentaktisi hidupnya yang melarat dengan menjadi PSK. Di Indonesia sendiri, diperkirakan jumlah Perempuan pengidap HIV/AIDS mencapai 21% dari 5.701 kasus yang dilaporkan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo juga melaporkan bahwa ingga desember 2004, pengidap HIV/AIDS FKUI?RSCM mencapai 635 kasus, dan 82 diantaranya (12,9%) adalah perempuan dengan rentang usia 15-53 tahun dan 79,8% dari mereka telah meniikah. Angka kematian Ibu di Indonesia pun bertambah sebesara 228 per 100.000 kelahiran hidup, berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007, meskipun demikian angka itu masih tertinggi di Asia.

Peran pemerintah dalam mengatasi kriminalisasi, penindasan sistem (kemiskinan, pengangguran, buta huruf dan kesehatan) terhadap perempuan sangat minim. Dalam sistem yang memuja modal (Kapitalisme) dan diperkuat dengan budaya patriarki ini membuat perempuan tidak bisa mendapatkan kesejahteraannya. Sejarah mencatat, perjuangan kartini untuk membebaskan perempuan untuk bisa belajar dan sejajar dengan laki-laki kini terhambat oleh sistem yang menindas ini. bahkan perjuangan GERWANI yang sampai mencapai kemenangan dengan perempuan terlibat dalam perjuangan pembebasannya, kini terbungkam setelah diberangus oleh kekuasaan orde baru. Perempuan kembali di pingit dalam domestifikasi. Kondisi perempuan yang tragis saat ini hanya akan bisa terbebas kecuali ketika perempuan kembali dilibatkan dan terlibat dalam perjuangannya. Dimulai dari perbanyak diskusi dan ajang-ajang penyadaran tentang persoalan perempuan dan hambatan-hambatannya, terutama dengan sasaran Kaum Muda Perempuan.

Untuk itu Perempuan Mahardhika, salah satu organisasi perempuan yang mandiri berangkat dari ini, terus konsisten membuat program-program dan ajang-ajang untuk perjuangan pembebasan perempuan. Di kesempatan ini, Perempuan Mahardhika menggelar Event yang berangkat dari realitas perempuan saat ini dengan melibatkan kaum muda perempuan untuk mengekspresikan realitas Perempuan dan perjuangannya dalam kreativitas karya-karyanya. Event ini bertemakan “Perempuan Dilarang Bicara” sebagai salah satu kritik terhadap sistem dan budaya yang masih mendiskriminasi perempuan. adapun event ini adalah rangkaian dari Program “Sekolah Feminis Untuk Kaum Muda”.

Kara-karya yang akan di tampilkan :
1. Pameran Kaya Lukis
2. Pameran foto
3. Pameran poster
4. Panggung Musik
5. Panggung tari
6. Panggung Teater
7. Panggung Ketoprak
8. Film
9. Diskusi Publik, "Perempuan dalam Media"




RUNDOWN ACARA DALAM PAMERAN KARYA PEREMPUAN MAHARDHIKA
Gelanggang Mahasiswa UGM, 28-29 Mei 2011

26 Mei 2011

KABAR JUANG II dari Bandung

KABAR JUANG dari kawan kawan Buruh di PT Micro Garment Kabupaten Bandung. 

by: Ikin

Pengusaha PT Micro Garment menggugat  ketua Ketua PB-GSPB PT Micro Garment Nanang Ibrahim sebesar Rp. 371.700.000,00 (Tiga ratus tujuh puluh satu juta tujuh ratus ribu rupiah) dan Imateril Rp. 15.000.000,00 ( lima be;as milyard rupiah ). dan pengusaha menuntut PHK tanpa pesangon.

Nanang Ibrahim sebagai Ketua PB-GSPB PT Micro Garment yang telah di putus PHK sepihak oleh Pengusaha PT micro pada tanggal 4 february 2011 yang suratnya di terima pada tanggal 21 Februari. kini kawan Nanang Ibrahim di gugat oleh Pengusaha PT MIcro Garment melalui HERMANTO A NURDIN Sebagai HRD. PT MICRO GARMENT,    dengan Gugatan harus membayar ganti Rugi kepada pengusaha Materil sebesar Rp. 371.700.000,00 (Tiga ratus tujuh puluh satu juta tujuh ratus ribu rupiah) dan Imateril Rp. 15.000.000,00 ( lima be;as milyard rupiah ). dan pengusaha menuntut PHK tanpa pesangon. sidang tersebut akan di selenggaran di gedung pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri Bandung jalan sukarno hatta No. 584 bandung, hari senin, tanggal 30 mei 2011, Pukul 09.00 Wib. 

Seruan Solidaritas :
kami mohon bantuan, dukungan dan solidaritas dari semua kawan-kawan yang peduli terhadap Perjuangan Buruh dalam bentuk apapun,  dan Silahkan berikan dukungan anda dengan cara melakukan penekanan\stetmen terhadap Pengusaha yang melakukan Praktek Pemberangusan serikat Pekerja GSPB Micro dan kirimkan ke beberapa instansi pemerintahan ke alamat ini:

Employer
 Head
Ms Liz chen
Postal address
PT. Micro Garment  Kawasan Industri KH.GROUP 
Jln. Raya Rancaekek – Majalaya No. 389, Kecamatan Solokan Jeruk, 
Kabupaten Bandung  40382, Jawa Barat –Indonesia 
TELP : (62-22) 022 5950531/2/6, FAX : ( 62-22 )  59505535/5950537
Email; admin@microgarment.com


DisNakertrans Kab. Bandung
 Jl. Raya Soreang Km.07 (Komp.Pemda),Soreang JABAR-INDONESIA
 TELP\FAX : 022-5893002, 022-5893002

Kantor Bupati Bandung
Jl. Raya Soreang No. 141, Bandung - Jawa Barat 
TELP: (022) 5891004 

DisNakertrans  Prov. JAWA BARAT
Jl. Soekarno Hatta No. 532 Bandung - JABAR
TLP: 022-7564327, FAX: 022-7564327

Kantor Gubernur Jawa Barat
 H. AHMAD HERYAWAN, Lc
 Jl. Diponegoro No. 22, Bandung - Jawa Barat
 TELP: (022) 4204483, 4239450 
FAX : (022) 4236347, 4231161


Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi – Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Department of Manpower and Transmigration – Directorate General for Establishment and Controlling) Manpower and transmigration

Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 51,Jakarta Selatan,Indonesia DKI Jakarta
Telp.(021) 5275249, Fax.(021) 5275249



ILO Jakarta Office 
Menara Thamrin, Level 22 
Director Alan Boulton boulton@ilo.org

Jalan M.H. Thamrin, Kav. 3 Jakarta 10250 INDONESIA 
 Tel : +62.21.391.3112 , Fax : +62.21.310.0766 
 E-mail: jakarta@ilo.org


PRESIDENT
Gedung Sekretariat Negara RI Sayap Timur Lantai 3
Jalan Veteran III No. 10 Jakarta Pusat 10110
 No. Tlp (021) 3456189, 3455754, No. Fax (021) 3456189

(kontributor):
eko_yunanto@setneg.go.id