Peringatan Kematian Marsinah
Bubarkan Komando Teritorial Tentara! Bebaskan Indonesia Dari Kapitalisme!
Tangkap dan Adili Pembunuh Marsinah!
Bubarkan Komando Teritorial Tentara! Bebaskan Indonesia Dari Kapitalisme!
Tangkap dan Adili Pembunuh Marsinah!
Marsinah, buruh perempuan yang militan dan berani. Buruh pabrik PT Catur Putra Surya (CPS) telah ditemukan tewas dengan mengenaskan di Hutan Wilangan, Nganjuk pada tanggal 8 Mei 1993. Marsinah bukan mati tanpa sebab. Dia telah dibunuh dengan keji, tubuhnya penuh dengan bekas luka siksa benda keras, bahkan vaginanya pun dihancurkan.
Marsinah terlibat dalam aksi-aksi bersama-sama dengan kawan-kawan sepabriknya untuk menuntut kenaikan upah pokok dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari, termasuk tuntutan bubarkan SPSI karena tidak pernah berpihak pada kaum buruh. Perjuangan buruh PT CPS ini bukan hanya mendapat perlawanan dari pihak perusahaan tetapi juga pihak tentara dalam hal ini Komando Rayon Militer (Koramil) yang turun tangan langsung menghadapi dan Marsinah dan kawan-kawannya. Penangkapan terhadap 13 buruh yang melakukan aksi dilakukan semena-mena oleh pihak tentara. Perundingan-perundingan antara buruh, pengusaha dan Disnaker dilakukan di kantor Markas Komando Distrik Militer (Makodim) Sidoarjo. Apa yang terjadi pada Marsinah dan buruh pabrik PT CPS adalah salah satu contoh dari sekian banyak kasus dimana tentara lewat Komando Teritoral-nya terlibat dalam pembungkaman demokrasi di Indonesia. Komando Teritorial adalah alat represi yang bentuk oleh rezim otoriter Soeharto untuk menindas perlawanan-perlawanan rakyat, untuk mengawasi gerak-gerik rakyat dan untuk membungkam suara-suara rakyat. Struktur Komando Teriotorial mulai dari tingkat nasional sampai ke desa-desa, menyamai struktur pemerintahan.
Marsinah terlibat dalam aksi-aksi bersama-sama dengan kawan-kawan sepabriknya untuk menuntut kenaikan upah pokok dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari, termasuk tuntutan bubarkan SPSI karena tidak pernah berpihak pada kaum buruh. Perjuangan buruh PT CPS ini bukan hanya mendapat perlawanan dari pihak perusahaan tetapi juga pihak tentara dalam hal ini Komando Rayon Militer (Koramil) yang turun tangan langsung menghadapi dan Marsinah dan kawan-kawannya. Penangkapan terhadap 13 buruh yang melakukan aksi dilakukan semena-mena oleh pihak tentara. Perundingan-perundingan antara buruh, pengusaha dan Disnaker dilakukan di kantor Markas Komando Distrik Militer (Makodim) Sidoarjo. Apa yang terjadi pada Marsinah dan buruh pabrik PT CPS adalah salah satu contoh dari sekian banyak kasus dimana tentara lewat Komando Teritoral-nya terlibat dalam pembungkaman demokrasi di Indonesia. Komando Teritorial adalah alat represi yang bentuk oleh rezim otoriter Soeharto untuk menindas perlawanan-perlawanan rakyat, untuk mengawasi gerak-gerik rakyat dan untuk membungkam suara-suara rakyat. Struktur Komando Teriotorial mulai dari tingkat nasional sampai ke desa-desa, menyamai struktur pemerintahan.
Hari ini tepat 17 tahun sejak Marsinah ditemukan tewas, 11 tahun era reformasi belum ada penyelesaian hukum terhadap pembunuhan Marsinah. Pemerintah (mulai dari Megawati sampai SBY-Budiono)), partai-partai politik (Golkar, PDIP, PKS, PPP, Partai Demokrat, PKB, PAN, Hanura dan Gerindra) dan elit-elit politik di era reformasi tidak becus menyelesaikan proses hukum pembunuhan terhadap Marsinah dan semua kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di era Orde Baru dan Reformasi. Tidak ada satupun pelanggaran HAM berat yang sanggup diselesaikan, bahkan jenderal-jendral pelanggar HAM seperti Wiranto, Muchdi Pr, dan Prabowo saat ini bebas berpolitik untuk tampil dihadapan rakyat seolah-seolah mereka adalah orang-orang yang bersih padahal tangan mereka berlumuran darah rakyat, darah Marsinah.
Pembubaran Komando Teritorial yang menjadi salah satu tuntutan reformasi yang sampai sekarang belum direalisasi oleh pemerintah di era reformasi. Sudah cukup bukti dan fakta bagaimana biadabnya tentara menindas rakyat, jutaan rakyat mati dibunuh dibawah kokangan senjata, tak terhitung berapa jumlah perempuan-perempuan yang diperkosa di Daerah Operasi Militer (DOM), aktivis dibunuh, diculik dan ditangkap. Anak-anak menderita karena kehilangan bapak dan atau ibunya yang berjuang. Kaum ibu meratap karena anak yang berjuang tak kembali entah di bunuh, ntah di culik. Ideologi perjuangan rakyat dihancurkan, organisasi-organisasi perjuangan rakyat di bubarkan.
Bahkan sampai dengan hari ini Komando Teritorial masih di gunakan untuk menindas rakyat. Komando Teritorial masih hidup ditengah-tengah rakyat bahkan ada rencana untuk menambah dan meluaskan 22 markas komando teritorial. Aksi-aksi perlawanan rakyat di era reformasi masih berhadapan dengan tentara, polisi dan milisi sipil rekasioner. Penembakan petani Alas Telogo yang dilakukan oleh TNI AL, pemogokan buruh PT Pertamina Balongan yang diintimidasi oleh TNI dan Kepolisian, aksi Gerakan pro Demokrasi Sumatera Utara yang direpresi dan ditangkapi oleh polisi, perlawanan rakyat Papua yang selalu berhadapan dengan tentara, sampai pembubaran kongres ILGA.
Selain itu Komando Teritorial adalah juga berfungsi untuk menjaga perusahaan-perusahaan milik kaum kapitalis. Kita bisa melihat diperusahaan tambang seperti PT Freeport, PT Newmont, PT Aneka Tambang, dan perusahaan-perusahaan asing lainnya dipagari oleh barisan-barisan tentara.
Marsinah dan kawan-kawanya telah memberikan pelajaran berarti bagi kita semua, bahwa untuk melawan ketidakadilah dibutuhkan KEBERANIAN. Keberanian inilah yang sanggup menggerakan buruh-buruh PT CPS untuk melawan. Keberanian pulalah yang sanggup menggerakkan jutaan orang turun ke jalan menggulingkan rezim otoriter Soeharto.
Keberanian seperti ini tidak dimiliki oleh Pemeritahan SBY-Budiono dan pemerintahan sebelumnya, partai-partai politik dan elit-elit politik untuk segera mengadili para penjahat HAM dan mengusir kapitalisme.
Dalam rangka memperingati kematian Marsinah, kami dari Perempuan Mahardhika menyatakan sikap:
1. Bubarkan Komando Teritorial Tentara.
2. Tangkap dan Adili Tentara Pelaku Pelanggaran HAM terhadap rakyat dan kaum perempuan.
3. Buka kembali dan usut tuntas kasus pembunuhan Marsinah.
4. Kebebasan berkumpul dan berserikat untuk rakyat.
Kami juga menyerukan kepada semua unsur-unsur gerakan untuk terus membangun dan meluaskan persatuan yang mandiri demi memperjuangkan demokrasi sejati dan kesejahteraan rakyat.
Perempuan Keluar Rumah!
Lawan Kapitalisme, Berjuang untuk Kesejahteraan dan Kesetaraan
Ganti Pemerintahan Kapitalis SBY-Boediono; Tinggalkan Elit-elit Politik Busuk
Bersatu, Bentuk Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin
Jakarta, 8 Mei 2010
Sharina
Ketua
Dian Novita
Sekretaris
Pembubaran Komando Teritorial yang menjadi salah satu tuntutan reformasi yang sampai sekarang belum direalisasi oleh pemerintah di era reformasi. Sudah cukup bukti dan fakta bagaimana biadabnya tentara menindas rakyat, jutaan rakyat mati dibunuh dibawah kokangan senjata, tak terhitung berapa jumlah perempuan-perempuan yang diperkosa di Daerah Operasi Militer (DOM), aktivis dibunuh, diculik dan ditangkap. Anak-anak menderita karena kehilangan bapak dan atau ibunya yang berjuang. Kaum ibu meratap karena anak yang berjuang tak kembali entah di bunuh, ntah di culik. Ideologi perjuangan rakyat dihancurkan, organisasi-organisasi perjuangan rakyat di bubarkan.
Bahkan sampai dengan hari ini Komando Teritorial masih di gunakan untuk menindas rakyat. Komando Teritorial masih hidup ditengah-tengah rakyat bahkan ada rencana untuk menambah dan meluaskan 22 markas komando teritorial. Aksi-aksi perlawanan rakyat di era reformasi masih berhadapan dengan tentara, polisi dan milisi sipil rekasioner. Penembakan petani Alas Telogo yang dilakukan oleh TNI AL, pemogokan buruh PT Pertamina Balongan yang diintimidasi oleh TNI dan Kepolisian, aksi Gerakan pro Demokrasi Sumatera Utara yang direpresi dan ditangkapi oleh polisi, perlawanan rakyat Papua yang selalu berhadapan dengan tentara, sampai pembubaran kongres ILGA.
Selain itu Komando Teritorial adalah juga berfungsi untuk menjaga perusahaan-perusahaan milik kaum kapitalis. Kita bisa melihat diperusahaan tambang seperti PT Freeport, PT Newmont, PT Aneka Tambang, dan perusahaan-perusahaan asing lainnya dipagari oleh barisan-barisan tentara.
Marsinah dan kawan-kawanya telah memberikan pelajaran berarti bagi kita semua, bahwa untuk melawan ketidakadilah dibutuhkan KEBERANIAN. Keberanian inilah yang sanggup menggerakan buruh-buruh PT CPS untuk melawan. Keberanian pulalah yang sanggup menggerakkan jutaan orang turun ke jalan menggulingkan rezim otoriter Soeharto.
Keberanian seperti ini tidak dimiliki oleh Pemeritahan SBY-Budiono dan pemerintahan sebelumnya, partai-partai politik dan elit-elit politik untuk segera mengadili para penjahat HAM dan mengusir kapitalisme.
Dalam rangka memperingati kematian Marsinah, kami dari Perempuan Mahardhika menyatakan sikap:
1. Bubarkan Komando Teritorial Tentara.
2. Tangkap dan Adili Tentara Pelaku Pelanggaran HAM terhadap rakyat dan kaum perempuan.
3. Buka kembali dan usut tuntas kasus pembunuhan Marsinah.
4. Kebebasan berkumpul dan berserikat untuk rakyat.
Kami juga menyerukan kepada semua unsur-unsur gerakan untuk terus membangun dan meluaskan persatuan yang mandiri demi memperjuangkan demokrasi sejati dan kesejahteraan rakyat.
Perempuan Keluar Rumah!
Lawan Kapitalisme, Berjuang untuk Kesejahteraan dan Kesetaraan
Ganti Pemerintahan Kapitalis SBY-Boediono; Tinggalkan Elit-elit Politik Busuk
Bersatu, Bentuk Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin
Jakarta, 8 Mei 2010
Sharina
Ketua
Dian Novita
Sekretaris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar