Di manapun kapitalisme diterapkan, tidak pernah memberi kesejahtaraan bagi mayoritas rakyat. Apalagi di Indonesia dengan struktur kekuasaan rajim kapitalis yang korup dan tidak pernah berani berhadapan dengan kapitalis asing, makin parah kemiskinan dialami mayoritas rakyat.
Indonesia yang dikuasai oleh para kapitalis atau pemilik modal, sejak tahun 1966 selalu diarahkan untuk sehebat-hebatnya mengabdi pada kapitalis asing. Pemegang pemerintahan selalu berlomba menjadi kaki tangan yang baik bagi pemodal asing, sekaligus berlomba memupuk kekayaan pribadi. Karena tidak berani berlomba bisnis dengan kapitalis asing (sebab yakin kalah), akhirnya kekayaan pribadi bagi para kapitalis nasional semakin diletakkan dari kedekatan terhadap kekuasaan. Semakin besar bisa memerintah atau dekat dengan pemerintah, semakin besar kekayaan pribadi didapatkan, sekali lagi tanpa harus bertarung ekonomi dengan asing. Inilah watak pengecut borjuasi Indonesia, sehingga tidak bisa diandalkan untuk melawan penjajahan modal asing.
Indonesia yang dikuasai oleh para kapitalis atau pemilik modal, sejak tahun 1966 selalu diarahkan untuk sehebat-hebatnya mengabdi pada kapitalis asing. Pemegang pemerintahan selalu berlomba menjadi kaki tangan yang baik bagi pemodal asing, sekaligus berlomba memupuk kekayaan pribadi. Karena tidak berani berlomba bisnis dengan kapitalis asing (sebab yakin kalah), akhirnya kekayaan pribadi bagi para kapitalis nasional semakin diletakkan dari kedekatan terhadap kekuasaan. Semakin besar bisa memerintah atau dekat dengan pemerintah, semakin besar kekayaan pribadi didapatkan, sekali lagi tanpa harus bertarung ekonomi dengan asing. Inilah watak pengecut borjuasi Indonesia, sehingga tidak bisa diandalkan untuk melawan penjajahan modal asing.
Kaitan antara kepentingan keuntungan bagi kapitalis asing dan kapitalis nasional, terutama mewujud dalam kebijakan negara yang menguntungkan modal dengan sebesar mungkin menghisap rakyat dan alam Indonesia. Kaum buruh dan rakyat hingga saat ini mendapatkan; kebijakan upah murah, UU ketenagakerjaan yang menindas buruh, UU penanaman modal asing, program ACFTA dan di ikuti penghapusan tarif impor—per 1 januari 2010, sebanyak 7.881 pos bea impor di hapuskan, penjualan aset-aset vital negara ke tangan asing, program kawasan ekonomi khusus, pencabutan subsidi listrik, BBM, Air, telpon dan sebagainya, termasuk terus dipangkasnya subsidi umum.
Omong kosong kesejahteraan di bawah rejim kapitalis. Watak mengabdi asing dan secepatnya untung tanpa bekerja keras dari para kapitalis nasional, akhirnya makin membawa pada kehancuran ekonomi nasional Indonesia. Kekayaan alam hanya untuk kapitalis asing, bukan untuk mengembangkan ekonomi dan industri nasional yang bisa memberi pekerjaan layak untuk rakyat. Rakyat Indonesia (terbesar ke-4 di dunia) yang seharusnya bisa menjadi tenaga produktif utama, akhirnya dibiarkan miskin, menganggur dan dianggap beban oleh negara. Kaum pekerja juga makin dimiskinkan. Karena upahnya yang rendah buruh tidak bisa membeli barang dan jasa yang berlimpah, tidak mampu mengakses kesehatan, juga tidak mampu mendapatkan pendidikan tinggi, makanan bergizi, kebutuhan rekreasi sebagai pemulihan psikologi setelah bekerja. Belum lagi ketika buruh mengalami kecelakaan kerja, atau bahkan ketika PHK yang makin mudah dilakukan akibat sistem kerja kontrak/outsourching. Di sisi lain, pemerintah terus menumpuk utang hingga kini sudah mencapai Rp 1.878 triliun (untuk bayar bunga utang yang jatuh tempo tahun 2010 saja mencapai sekitar Rp 200 trilyun, termasuk bunga utang pembelian Alutsista TNI).
Dalam kapitalisme, Indonesia semata dijadikan sebagai penyedia sumber daya alam murah, tenaga kerja murah dan pasar empuk bagi distribusi produksi kapitalisme. Saat ini saja sudah hampir 90% sumber daya alam kita dikuasai oleh asing. Begitupun, teknologi yang dipakai di indonesia saat ini, didominasi oleh teknologi asing yang mencapai 90 % lebih (terbesar teknologi Jepang sebesar 37%, Eropa 27%, berikutnya diikuti dari Amerika, Taiwan, China, Korea Selatan, India dan Thailand). Pemerintah Indonesia tidak berani memberikan syarat alih teknologi kepada para calon investor yang akan masuk ke Indonesia. Berbeda dengan pemerintahan kerakyatan Hugo Chaves di Venezuela, memberikan syarat alih teknologi kepada para investor asing di negeri itu dengan waktu investasi paling lama 10 tahun, sehingga setelah 10 tahun sudah menguasai teknologi dari alih teknologi tersebut, dan selanjutnya mengolah sendiri sumber alamnya tanpa mengandalkan investor asing. Sebaliknya pemerintah dan DPR Indonesia, sumber energi yang merupakan industri dasar penopang industri lainnya pun diserahkan ke asing. UU Migas No.22 tahun 2001 hanya mewajibkan perusahaan pengolah migas untuk menyerahkan minyak atau gas bumi paling banyak 25% dari sisa ekspor. Akibatnya seperti industri pupuk dan PLN pun kekurangan energi untuk berproduksi. Semua barang yang dihasilkan dari bumi Indonesia kemudian jadi sangat mahal bagi rakyat Indonesia sendiri!
Selain itu, kehancuran industri energi nasional masih ditambah parah dengan semakin diobralnya aset-aset negara kepada pemilik modal asing. Dengan bangga pemerintah mengakui bahwa kontraktor asing menguasai 329 atau sekitar 65% blok migas di Indonesia, yang 70% nya dimiliki oleh perusahaan AS. Selain menjual industri minyak dan gas, pemerintah, dari Orde Baru hingga SBY-Boediono, juga menjual berbagai aset lainnya, seperti listrik, air dan telkomunikasi. Di luar sumber energi, pemerintah juga terus meliberalisasi perampasan tanah-tanah pertanian untuk kepentingan modal dan juga penguasaan hutan dan perkebunan yang hasilnya bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia tentunya, tapi untuk kepentingan pemilik modal.
Industrialisasi Nasional adalah jalan kesejahteraan dan sekaligus mengatasi segala persoalan darurat. Indonesia memiliki kekayaan alam hebat dan jumlah rakyat yang banyak, sangat memungkinkan maju dan menjadi kaya dari pembangunan industri secara nasional, dengan mendirikan pabrik-pabrik modern di berbagai sektor industri. Semua kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan produksi sendiri, dan karena besar kekayaan alam kita maka pasti sebagian bisa dijual, dalam bentuk barang jadi yang bernilai jual tinggi. Rantai produksi dari industri nasional yang maju dan luas, sudah tentu memberi jaminan bagi seluruh tenaga produktif rakyat mendapatkan pekerjaan yang layak. Industri nasional yang tumbuh berkembang akan menjadi landasan bagi negara untuk membangun kemandirian ekonomi dan rakyat akan memiliki pendapatan yang lebih dari cukup untuk kebutuhan hidup. Dalam situasi seperti ini masuk akal jika akhirnya negara hanya diperlukan untuk memberi jaminan bagi rakyat yang belum atau tidak bisa bekerja (seperti anak-anak dan orang tua), karena keseluruhan rakyat yang bisa produktif akan bekerja dan sanggup mencukupi kebutuhan hidup. Kalau rakyat makmur dan pendapatannya layak karena majunya industri nasional, bukan hanya rakyat tidak membutuhkan subsidi lagi, tapi semua persoalan darurat rakyat akan teratasi.
Tidak menjadi program dan tidak berjalan pembangunan industri nasional sepenuhnya masalah politik. Selama rejim berkuasa di Indonesia adalah rejim kapitalis yang merupakan agen dari penjajah asing, maka selama itu pula Industrialisasi Nasional untuk rakyat tidak akan ada. Demi keuntungan imperialis, Indonesia tidak akan dibangun industri nasional dan kemandirian, sebab akan menghentikan penguasaan asing atas Indonesia dan menyudahi keuntungan segelintir kapitalis Indonesia. Hanya dengan pemerintahan demokratis dan kerakyatan yang dibangun oleh kekuatan rakyat, maka Industrialisasi Nasional akan dijalankan. Pemerintahan demokratis dan kerakyatan ini pula yang akan berani melakukan nasionalisasi industri vital dari tangan asing, berani menghentikan pembayaran utang luar negeri sebelum rakyat sejahtera, menyita harta koruptor (dari jaman Orde Baru hingga sekarang) dan melakukan segala upaya untuk adanya sumber pembeayaan Industrialisasi Nasional.
Sebelum industrialisasi nasional dijalankan, sehingga rakyat berhadapan dengan situasi darurat menuju kehancuran, maka sekuat-kuatnya tuntutan pemenuhan subsidi kesejahteraan harus diperjuangkan (berupa jaminan lapangan kerja, jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, jaminan keselamatan kerja, jaminan kecelakaan kerja dan kematian, jaminan kebutuhan pemulihan psikologi/rekreasi, jaminan perumahan murah dan layak, jaminan layanan penitipan anak bagi perempuan yang bekerja, dan jaminan kesejahteraan sosial lainnya). Karena jika ini tidak dipenuhi, kehidupan rakyat akan makin hancur.
Omong kosong kesejahteraan di bawah rejim kapitalis. Watak mengabdi asing dan secepatnya untung tanpa bekerja keras dari para kapitalis nasional, akhirnya makin membawa pada kehancuran ekonomi nasional Indonesia. Kekayaan alam hanya untuk kapitalis asing, bukan untuk mengembangkan ekonomi dan industri nasional yang bisa memberi pekerjaan layak untuk rakyat. Rakyat Indonesia (terbesar ke-4 di dunia) yang seharusnya bisa menjadi tenaga produktif utama, akhirnya dibiarkan miskin, menganggur dan dianggap beban oleh negara. Kaum pekerja juga makin dimiskinkan. Karena upahnya yang rendah buruh tidak bisa membeli barang dan jasa yang berlimpah, tidak mampu mengakses kesehatan, juga tidak mampu mendapatkan pendidikan tinggi, makanan bergizi, kebutuhan rekreasi sebagai pemulihan psikologi setelah bekerja. Belum lagi ketika buruh mengalami kecelakaan kerja, atau bahkan ketika PHK yang makin mudah dilakukan akibat sistem kerja kontrak/outsourching. Di sisi lain, pemerintah terus menumpuk utang hingga kini sudah mencapai Rp 1.878 triliun (untuk bayar bunga utang yang jatuh tempo tahun 2010 saja mencapai sekitar Rp 200 trilyun, termasuk bunga utang pembelian Alutsista TNI).
Dalam kapitalisme, Indonesia semata dijadikan sebagai penyedia sumber daya alam murah, tenaga kerja murah dan pasar empuk bagi distribusi produksi kapitalisme. Saat ini saja sudah hampir 90% sumber daya alam kita dikuasai oleh asing. Begitupun, teknologi yang dipakai di indonesia saat ini, didominasi oleh teknologi asing yang mencapai 90 % lebih (terbesar teknologi Jepang sebesar 37%, Eropa 27%, berikutnya diikuti dari Amerika, Taiwan, China, Korea Selatan, India dan Thailand). Pemerintah Indonesia tidak berani memberikan syarat alih teknologi kepada para calon investor yang akan masuk ke Indonesia. Berbeda dengan pemerintahan kerakyatan Hugo Chaves di Venezuela, memberikan syarat alih teknologi kepada para investor asing di negeri itu dengan waktu investasi paling lama 10 tahun, sehingga setelah 10 tahun sudah menguasai teknologi dari alih teknologi tersebut, dan selanjutnya mengolah sendiri sumber alamnya tanpa mengandalkan investor asing. Sebaliknya pemerintah dan DPR Indonesia, sumber energi yang merupakan industri dasar penopang industri lainnya pun diserahkan ke asing. UU Migas No.22 tahun 2001 hanya mewajibkan perusahaan pengolah migas untuk menyerahkan minyak atau gas bumi paling banyak 25% dari sisa ekspor. Akibatnya seperti industri pupuk dan PLN pun kekurangan energi untuk berproduksi. Semua barang yang dihasilkan dari bumi Indonesia kemudian jadi sangat mahal bagi rakyat Indonesia sendiri!
Selain itu, kehancuran industri energi nasional masih ditambah parah dengan semakin diobralnya aset-aset negara kepada pemilik modal asing. Dengan bangga pemerintah mengakui bahwa kontraktor asing menguasai 329 atau sekitar 65% blok migas di Indonesia, yang 70% nya dimiliki oleh perusahaan AS. Selain menjual industri minyak dan gas, pemerintah, dari Orde Baru hingga SBY-Boediono, juga menjual berbagai aset lainnya, seperti listrik, air dan telkomunikasi. Di luar sumber energi, pemerintah juga terus meliberalisasi perampasan tanah-tanah pertanian untuk kepentingan modal dan juga penguasaan hutan dan perkebunan yang hasilnya bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia tentunya, tapi untuk kepentingan pemilik modal.
Industrialisasi Nasional adalah jalan kesejahteraan dan sekaligus mengatasi segala persoalan darurat. Indonesia memiliki kekayaan alam hebat dan jumlah rakyat yang banyak, sangat memungkinkan maju dan menjadi kaya dari pembangunan industri secara nasional, dengan mendirikan pabrik-pabrik modern di berbagai sektor industri. Semua kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan produksi sendiri, dan karena besar kekayaan alam kita maka pasti sebagian bisa dijual, dalam bentuk barang jadi yang bernilai jual tinggi. Rantai produksi dari industri nasional yang maju dan luas, sudah tentu memberi jaminan bagi seluruh tenaga produktif rakyat mendapatkan pekerjaan yang layak. Industri nasional yang tumbuh berkembang akan menjadi landasan bagi negara untuk membangun kemandirian ekonomi dan rakyat akan memiliki pendapatan yang lebih dari cukup untuk kebutuhan hidup. Dalam situasi seperti ini masuk akal jika akhirnya negara hanya diperlukan untuk memberi jaminan bagi rakyat yang belum atau tidak bisa bekerja (seperti anak-anak dan orang tua), karena keseluruhan rakyat yang bisa produktif akan bekerja dan sanggup mencukupi kebutuhan hidup. Kalau rakyat makmur dan pendapatannya layak karena majunya industri nasional, bukan hanya rakyat tidak membutuhkan subsidi lagi, tapi semua persoalan darurat rakyat akan teratasi.
Tidak menjadi program dan tidak berjalan pembangunan industri nasional sepenuhnya masalah politik. Selama rejim berkuasa di Indonesia adalah rejim kapitalis yang merupakan agen dari penjajah asing, maka selama itu pula Industrialisasi Nasional untuk rakyat tidak akan ada. Demi keuntungan imperialis, Indonesia tidak akan dibangun industri nasional dan kemandirian, sebab akan menghentikan penguasaan asing atas Indonesia dan menyudahi keuntungan segelintir kapitalis Indonesia. Hanya dengan pemerintahan demokratis dan kerakyatan yang dibangun oleh kekuatan rakyat, maka Industrialisasi Nasional akan dijalankan. Pemerintahan demokratis dan kerakyatan ini pula yang akan berani melakukan nasionalisasi industri vital dari tangan asing, berani menghentikan pembayaran utang luar negeri sebelum rakyat sejahtera, menyita harta koruptor (dari jaman Orde Baru hingga sekarang) dan melakukan segala upaya untuk adanya sumber pembeayaan Industrialisasi Nasional.
Sebelum industrialisasi nasional dijalankan, sehingga rakyat berhadapan dengan situasi darurat menuju kehancuran, maka sekuat-kuatnya tuntutan pemenuhan subsidi kesejahteraan harus diperjuangkan (berupa jaminan lapangan kerja, jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, jaminan keselamatan kerja, jaminan kecelakaan kerja dan kematian, jaminan kebutuhan pemulihan psikologi/rekreasi, jaminan perumahan murah dan layak, jaminan layanan penitipan anak bagi perempuan yang bekerja, dan jaminan kesejahteraan sosial lainnya). Karena jika ini tidak dipenuhi, kehidupan rakyat akan makin hancur.
Tugas Mendesak Buruh dan Rakyat:
Kepung Pusat Kekuasaan di 1 Mei 2010, Tuntut Pemenuhan Kebutuhan Darurat Buruh dan Rakyat!
Satukan Kekuatan, Rebut Kekuasaan dari Kaum Kapitalis (Rejim SBY-Boediono dan DPR)!
Bangun Persatuan Nasional untuk Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin!
Kepung Pusat Kekuasaan di 1 Mei 2010, Tuntut Pemenuhan Kebutuhan Darurat Buruh dan Rakyat!
Satukan Kekuatan, Rebut Kekuasaan dari Kaum Kapitalis (Rejim SBY-Boediono dan DPR)!
Bangun Persatuan Nasional untuk Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin!
Selebaran ini dikeluarkan oleh:
Komite Persiapan Persatuan Buruh Indonesia (KPPBI)
Komite Persiapan Persatuan Buruh Indonesia (KPPBI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar