Mahardhika News, Jakarta—Dalam memperingati 12 Tahun Reformasi yang jatuh pada tanggal 21 Mei, Aliansi Buruh Menggugat (ABM) melakukan aksi di bundaran Hotel Indonesia, Jakarta pada hari Jum’at (21/05). Aksi ini mengambil tema “Rezim Kapitalis SBY-Budiono, telah GAGAL! Wujudkan Demokrasi Sejati Menuju Pembebasan Nasional di Bawah Pemerintahan Persatuan Rakyat” diikuti oleh serikat-serikat buruh dan organisasi-organisasi pendukung, termasuk Perempuan Mahardhika, Pembebasan, SMI, PPRM dan KPRM-PRD dengan estimasi massa sekitar 60 orang.
Dalam orasinya, Ketua Komite Nasional (KN) Perempuan Mahardhika, Sarinah, menyatakan bahwa kaum perempuan harus menghargai dan berterima kasih kepada gerakan reformasi yang telah memberikan ruang demokrasi untuk berorganisasi, aksi massa, dan kebebasan pers. Di mana pada masa Orde Baru gerakan perempuan telah dihancurkan dan dihapus dari ingatan sejarah rakyat. Maka saatnya lah sekarang memajukan reformasi menjadi revolusi untuk mewujudkan kesetaraan gender dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dengan membangun organisasi-organisasi rakyat, termasuk organisasi perempuan.
“Organisasi-organisasi dan gerakan kawan-kawan di seluruh sektor harus memasukkan program-program pembebasan perempuan dan melibatkan lebih banyak kaum perempuan di dalamnya. Perempuan adalah makhluk yang paling tertindas di dalam sistem ini. Di sektor buruh, buruh perempuan tidak hanya harus menerima upah yang rendah, tetapi bahkan pelecehan seksual. Dengan pembebasan perempuan, baru lah kita bisa mengatakan bahwa revolusi yang kita bangun berkehendak membebaskan semua manusia, termasuk perempuan,” tegasnya dalam orasi.
Massa aksi meneriakkan yel-yel gulingkan SBY-Budiono. Menurut mereka, elit-elit politik reformis gadungan telah bekhianat kepada amanat reformasi sehingga rakyat tidak bisa lagi menyandarkan kepentingannya kepada elit-elit politik. Malah, saat ini pemerintah berusaha memundurkan ruang demokrasi dengan berbagai kebijakan pelarangan buku, perda-perda syariah, UU APP, pembiaran teror milisi sipil reaksioner, dan represifitas aparat dalam berbagai aksi, termasuk aksi SMI baru-baru ini yang dibubarkan polisi secara paksa. Tidak ada jalan lain bagi kaum gerakan dan rakyat selain membangun organisasi dan gerakan rakyat yang mandiri dan bersatu. (Rn)
Dalam orasinya, Ketua Komite Nasional (KN) Perempuan Mahardhika, Sarinah, menyatakan bahwa kaum perempuan harus menghargai dan berterima kasih kepada gerakan reformasi yang telah memberikan ruang demokrasi untuk berorganisasi, aksi massa, dan kebebasan pers. Di mana pada masa Orde Baru gerakan perempuan telah dihancurkan dan dihapus dari ingatan sejarah rakyat. Maka saatnya lah sekarang memajukan reformasi menjadi revolusi untuk mewujudkan kesetaraan gender dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dengan membangun organisasi-organisasi rakyat, termasuk organisasi perempuan.
“Organisasi-organisasi dan gerakan kawan-kawan di seluruh sektor harus memasukkan program-program pembebasan perempuan dan melibatkan lebih banyak kaum perempuan di dalamnya. Perempuan adalah makhluk yang paling tertindas di dalam sistem ini. Di sektor buruh, buruh perempuan tidak hanya harus menerima upah yang rendah, tetapi bahkan pelecehan seksual. Dengan pembebasan perempuan, baru lah kita bisa mengatakan bahwa revolusi yang kita bangun berkehendak membebaskan semua manusia, termasuk perempuan,” tegasnya dalam orasi.
Massa aksi meneriakkan yel-yel gulingkan SBY-Budiono. Menurut mereka, elit-elit politik reformis gadungan telah bekhianat kepada amanat reformasi sehingga rakyat tidak bisa lagi menyandarkan kepentingannya kepada elit-elit politik. Malah, saat ini pemerintah berusaha memundurkan ruang demokrasi dengan berbagai kebijakan pelarangan buku, perda-perda syariah, UU APP, pembiaran teror milisi sipil reaksioner, dan represifitas aparat dalam berbagai aksi, termasuk aksi SMI baru-baru ini yang dibubarkan polisi secara paksa. Tidak ada jalan lain bagi kaum gerakan dan rakyat selain membangun organisasi dan gerakan rakyat yang mandiri dan bersatu. (Rn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar