PEREMPUAN KELUAR RUMAH! BANGUN ORGANISASI dan GERAKAN PEREMPUAN LAWAN PATRIARKI dan KAPITALISME untuk KESETARAAN dan KESEJAHTERAAN

21 April 2010

STATEMENT SOLIDARITAS: MENGUTUK PEMBUNUHAN PENDETA PERIANUS TABUNI DI PUNCAK JAYA PAPUA, HENTIKAN KEKERASAN TERHADAP RAKYAT PAPUA

Komite Nasional
PEREMPUAN MAHARDHIKA
Sekretariat: Jalan Tebet Timur Dalam VIII P No 16 Jakarta Selatan
Tel/Fax: 0218298425, email: mahardhika.kita@gmail.com

Pernyataan Sikap
STATEMENT SOLIDARITAS:
MENGUTUK PEMBUNUHAN PENDETA PERIANUS TABUNI DI PUNCAK JAYA PAPUA,
HENTIKAN KEKERASAN TERHADAP RAKYAT PAPUA SEKARANG JUGA!

Salam Kesetaraan!
Kekerasan demi kekerasan, pembunuhan demi pembunuhan, terjadi terus-menerus di bumi Papua, nyawa manusia seakan-akan tidak ada harganya. Pendeta Perianus Tabuni telah dibunuh dengan kejam di Puncak Jaya yang merupakan kejahatan keempat dalam tahun 2010 ini yang dilakukan oleh milisi Merah Putih, bentukan TNI.

Reformasi 98 telah membuka ruang demokrasi di indonesia melalui perjuangan aksi massa mahasiswa dan rakyat yang menumbangkan simbol kediktatoran Soeharto. Kemajuan tenaga produktif menuntut terbukanya ruang demokrasi, yang selanjutnya di bawah demokratisasi itu, memberikan atmosfer bagi perkembangan tenaga produktif lebih maju lagi. Namun, tidak ada demokrasi di Papua. Tenaga produktif yang masih sangat rendah, tercerai-berai, dan konflik antar suku yang berkepanjangan sangat menguntungkan bagi keberadaan modal Freeport di Papua.

Telah selama 42 tahun Papua dijajah oleh PT. Freeport-McMoRan Copper and Gold inc. melalui anak perusahaannya PT. Freeport Indonesia Inc, yaitu dari tahun 1967, dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dilaksanakan. Artinya, secara hukum, Kontrak Karya yang ditandatangani oleh Soeharto ketika belum menjadi presiden itu, tidak sah. Tapi tak ada hukum di mata modal. Penghisapan Freeport atas bumi Papua yang berserakan emas, tembaga, perak, molybdenum dan rhenium dibangun di atas kekerasan oleh kekuatan militer TNI dan milisi sipil yang dibiayai oleh PT. Freeport. Kekerasan memang bukan hal yang baru di Papua, tercatat dalam rentang tahun 1975-1997, terjadi 160 kasus pembunuhan di sekitar Freeport.

Belum lagi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan dengan biaya operasional termurah itu telah sedemikian parah, bahkan diakui oleh PT Freeport sendiri bahwa mereka dapat menghasilkan limbah kira-kira sebesar 6 milyar ton (dua kali bahan-bahan bumi yang digali untuk membuat Terusan Panama).

Dan lihat sekarang, PT Freeport yang pada tahun 1959 bernama Freeport Sulphur yang dulu nyaris bangkrut akibat dinasionalisasi Fidel Castro di Kuba, sekarang telah mampu berkembang menjadi perusahaan yang memiliki aset 2,3 Milyar dollar AS dan menjadi perusahaan pemasok emas terbesar di dunia. Semua itu karena perampokan dan penjarahan kekayaan alam Papua selama 42 tahun. Dan tentu saja, tak lupa, setelah pembantaian 3 juta rakyat Indonesia pada tahun 1965.

Selama ini, pihak keamanan selalu menuduh gerakan separatis (OPM) yang menjadi dalang atas segala kasus yang terjadi di Papua. Hal ini tidak benar. PT Freeport mengucurkan anggaran yang luar biasa besar untuk keamaanan, misalnya saja dalam kurun tahun 1998-2004, Freeport memberikan hampir 20 juta dollar kepada para Jendral, Mayor, polisi dan unit-unit militer. Konflik yang berkepanjangan di Papua tidak lepas dari konflik antara TNI dan Polisi yang sudah menjadi rahasia umum memperebutkan dana dari pemerintah maupun dari PT Freeport. Seperti yang disebutkan oleh Ferry Marisan, Direktur ELSHAM bahwa berbagai konflik yang terjadi di Papua tidaklah lepas dari Dana Otonomi Khusus yang dikucurkan setiap awal tahun. "Setiap kali dana otonomi khusus itu mau turun, pasti ada konflik. Di awal tahun dan di akhir tahun. Di awal tahun setiap dana dikucurkan pasti ada konflik. Dan ini bukanlah skenario baru bagi kami di Papua. Nanti akhir tahun juga ada." Jelas lah, sejelas-jelasnya siapa yang sebenarnya penjahat!

Di daerah-daerah konflik, Perempuan, pastilah menjadi makhluk yang paling menderita. Demikian pula halnya di Papua, dimana terjadi angka kekerasan terhadap perempuan yang tertinggi di Indonesia. Apalagi, tingkat kemajuan tenaga produktif di Papua masih sangat rendah, ditambah dengan budaya suku-suku yang merendahkan dan menyakiti kaum perempuan telah membuat kaum perempuan mengalami ketertindasan yang bertumpuk-tumpuk.

Ini lah syarat hidup di bawah sistem kapitalisme, yang menyediakan barang-barang begitu melimpah tapi yang harus dibeli dengan harga mahal. Dan di sisi lain melakukan perampasan terhadap kekayaan alam dari segala penjuru dunia, untuk melayani kerakusan para kapitalis dalam mengeruk keuntungan. Di Indonesia, Pemilu 2009 telah melahirkan rezim SBY-Budiono dan elit-elit politik di parlemen yang sepenuh-penuhnya takluk kepada kapitalis internasional. Mereka pula yang giat berutang hingga jumlahnya mencapai Rp1700 Trilyun dengan jaminan kekayaan alam Indonesia beserta penduduknya. Makanya tidak heran, rezim SBY-Budiono dengan setia menjalankan berbagai paket kebijakan yang diundang-undangkan untuk merampas subsidi di sektor rakyat, menjual aset-aset negara, membuka pasar yang seluas-luasnya, dan dengan seenaknya menggunakan uang rakyat untuk bailout (termasuk Bank Century), buyback dan seterusnya. Hasilnya adalah PHK dan pengangguran, kemiskinan, gizi buruk, perampasan tanah, pencemaran lingkungan, prostitusi, kejahatan dan seterusnya tak habis-habisnya. Kondisi ini menghasilkan perlawanan rakyat di mana-mana, baik secara terorganisir maupun spontan. Dan, tentu saja, rezim menjawabnya dengan memperkuat aparat-aparat militer agar semakin efektif dalam merepresif, termasuk memelihara milisi-milisi sipil reaksioner tak ubahnya seperti memelihara ternak.

Musuh Rakyat Papua dan Rakyat Indonesia dimana pun juga, terang seterang-terangnya adalah Penjajahan Modal Asing (PT Freeport salah satunya), Pemerintahan Agen Penjajah—SBY-Budiono yang telah melegalkan penjajahan modal dan jajarannya (Gubernur, Bupati dst) , dan Militer yang menjadikan kucuran darah rakyat sebagai penghasilan mereka. Juga pengkhianat agenda reformasi, para Reformis Gadungan dan partai-partainya. Dan tak lupa, Milisi Sipil Reaksioner si penebar teror.

Yang harus sesegera mungkin dilakukan oleh Rakyat Papua adalah mengorganisasikan perlawanan dalam wadah-wadah persatuan kaum gerakan dan rakyat, termasuk di dalamnya kaum perempuan. Propaganda tentang pentingnya kebutuhan akan persatuan harus terus dilancarkan, mengingat konflik horisontal yang berkepanjangan dan memang sengaja dipelihara untuk memperlemah gerakan perlawanan rakyat Papua. Keterlibatan kaum perempuan yang luas dan massal akan memperkuat gerakan rakyat dan sekaligus juga mensyaratkan persatuan yang feminis, yang menghargai hak-hak kaum perempuan. Karena perempuan memegang peranan yang sangat penting dalam pembebasan rakyat, maka pembebasan kaum perempuan dari budaya-budaya terbelakang (patriarki) di Papua harus menjadi agenda bersama, laki-laki dan perempuan. Agenda ini dikonkretkan dengan pembangunan organisasi perempuan yang mandiri dan berlawan di Papua.

Dan bisa secara bersamaan berjuang mewujudkan tuntutan-tuntuntan bersama, perempuan dan rakyat:
1. Usut semua kasus pelanggaran HAM di Papua dan seluruh wilayah di Indonesia, termasuk kasus pembunuhan pendeta Perianus Tabuni.
2. Hentikan operasi militer di Papua, dan seret pelaku pelanggaran HAM ke pengadilan.
3. Nasionalisasi PT Freeport dan seluruh perusahaan asing lainnya di bawah kontrol buruh dan rakyat untuk pemenuhan kebutuhan darurat (membangun tenaga produktif rakyat).
4. Membangun organisasi dan Pergerakan Perempuan untuk Kekuasaan Rakyat yang setara Jender.
5. Membangun Kebudayaan Baru yang Maju, Produktif, Modern dan Feminis
6. Berikan referendum untuk menentukan nasib sendiri kepada Rakyat Papua.

Dan ingat, tuntutan kita akan sepenuh-penuhnya terwujud bila kita melibatkan kaum perempuan dalam perjuangan dan dengan melakukan perebutan kekuasaan, serta mendirikan Pemerintahan kita sendiri, Pemerintahan Rakyat Miskin.


Perempuan Keluar Rumah!
Lawan Kapitalisme, Berjuang untuk Kesejahteraan dan Kesetaraan
Ganti Pemerintahan Kapitalis SBY-Boediono; Tinggalkan Elit-elit Politik Busuk
Bersatu, Bentuk Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin

Jakarta, 27 Maret 2010



Sharina
Ketua

Dian Novita
Sekretaris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar