Mahardhika-NEWS, (28/04/11) Jakarta. Peringatan Mayday diilhami oleh demonstrasi kaum buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886, yang menuntut pemberlakuan delapan jam kerja. Di New York, kaum perempuan pun juga ambil bagian dalam perjuangan menuntut pemberlakuan delapan jam kerja dan hak pilih dalam pemilu di 1908.
Di Indonesia, ratusan gerakan rakyat dan perempuan dari sejumlah organisasi, mengikuti Mimbar bebas Budaya “Api Perlawan Rakyat”. Mimbar ini adalah bagian dari rangkain kegiatan yang dilakukan oleh Persatuan Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) menuju Hari Buruh Internasional 1 Mei (Mayday), di Bundaran Hotel Indonesia. Organisasi yang tergabung di dalamnya adalah: Perempuan Mahardhika, PEMBEBASAN, PPRM, PPBI, FBLP, KPRM-PRD, SBTPI, GONAS, PMKRI, SMI dll. PPRI dalam sikap politiknya menyatakan bahwa rezim SBY- Boediono telah gagal mensejahterakan rakyat.
Mimbar bebas budaya diisi oleh music perjuangan dari SEBUMI, bakar obor perlawanan dari masing-masing organisasi yang tergabung dalam PPRI dan orasi-orasi politik tiap-tiap Humas dan organisas-organisasi yang tergabung dalam PPRI.
Orasi politik disampaikan oleh Vivi Wdyawati (Koordinator Dept. Penyatuan Sektor dan Kaum Muda Perempuan, KN Perempuan Mahardhika) yang mengatakan bahwa hak-hak perempuan selama ini masih terus dilanggar oleh penguasa di negeri ini. Banyak masalah yang terjadi di tempat-tempat kerja seperti pelecehan seksual, cuti haid yang tidak di berikan, cuti hamil yang tidak diberikan, upah rendah dan pelarangan membangun serikat buruh. Ia juga mengajak gerakan rakyat dan perempuan untuk membangun persatuan gerakan yang berkarakter mandiri.
Kemudian orasi politik juga disampailan oleh Mutiara Ika Pratiwi (Ketua Umum Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional) dengan diawali oleh teaterikal. Teater mempertunjukkan kemunculan seorang perempuan yang tampak gelisah, ketakutan, menangis dan minta tolong, karena dikejar oleh dua orang yang mengatasnamakan agama tertentu. Seseorang diantara pengejar itu kemudian berteriak ‘bunuh’, ‘penjarakan Ahmadiyah’, ‘dasar perempuan jalang’. Teriakan itu membuat perempuan itu lari semakin kencang , meminta tolong kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Tetapi sayang sekali tidak ada yang menolongnya. Kemudian tiba-tiba dua orang yang mengatasnamakan agama tersebut menyeretnya. Dan terdengar lagi suara yang ‘dasar perempuan jalang’ yang membuatnya semakin ketakutan. Adegan kemudian berakhir dengan dramatis ketika Ika (perempuan itu) bangkit dengan meneriakkan kata ‘Demokrasi’.
Ika mengatakan bahwa gerakan persatuan perlawanan rakyat Indonesia (PPRI) tidak cukup hanya menyerukan tentang persatuan, tetapi harus juga menuntaskan perjuangan demokrasi. Karena masih banyak masalah demokrasi yang terjadi di Indonesia, seperti kasus Ahmadiyah, dan peraturan-peraturan yang mengatur tubuh perempuan.
PPRI di akhir acara mengajak seluruh gerakan rakyat dan perempuan untuk bergabung dalam peringatan Hari Buruh Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar