PEREMPUAN KELUAR RUMAH! BANGUN ORGANISASI dan GERAKAN PEREMPUAN LAWAN PATRIARKI dan KAPITALISME untuk KESETARAAN dan KESEJAHTERAAN

28 Mei 2011

Ketika Rakyat Berkehendak


Zely Ariane*

“Seperti revolusi yang akan terus menantang, mengguncang, memprovokasi, menggeser paradigma berfikir, mengubah cara berpikir, dan membuat kita berbalik.” Apa yang dikatakan Bell Hooks, seorang Professor English pada City College City University of New York, tersebut sangat tepat mewakili apa yang mungkin ada di dalam pikiran jutaan orang yang sedang menyaksikan jam demi jam momentum perubahan yang sedang digulirkan rakyat Mesir saat ini.

Jutaan mata dan pikiran tersebut kini sulit berpaling, karena begitu cepat dan akbarnya perubahan situasi di wilayah Arab tersebut. Dari Tunisia dan Mesir; Aljazair hingga Ramallah; dari Amman hingga Sana’a-Yaman, rakyat bahu membahu menunjukkan sikap politiknya: cukup sudah pemerintah anti demokrasi dan penyebab kemiskinan.

“Benar-benar telah terjadi perubahan pada level keberanian rakyat,” demikian ujar salah seorang jurnalis dan blogger terkemuka di Mesir, 3arabawy, Hossam el-Hamalawy, dalam mengapresiasi perlawanan rakyat Mesir saat ini. Apresiasi ini dapat dengan mudah kita buktikan dalam menit demi menit liputan berbagai media cetak dan elektonik dunia. Serangan balik dari para “pendukung” rezim Mubarak semakin menguatkan perlawanan rakyat Mesir. Bahkan rakyat meminta maaf telah terlambat 30 tahun melakukan perlawanan ini.


Demokrasi adalah Kehendak Rakyat

Bila dalam masa-masa tenang para pengamat atau kubu-kubu yang mendukung pemerintah begitu senang dengan kalimat: perubahan konstitusional, maka di masa-masa genting—demikian harian Kompas menyebutnya—kalimat tersebut terasa klise. Seperti halnya yang kita alami hampir 13 tahun lalu, ketika rakyat dan mahasiswa berduyun-duyun menduduki DPR/MPR menghendaki Soeharto turun. Rakyat tidak perduli konstitusi dalam saat-saat seperti itu, para pengamatpun akan kikuk bicara konstitusi di tengah kehendak rakyat yang sedemikian akbarnya.

Dalam sifatnya yang paling nyata dan lugas, maka demikianlah demokrasi. Bahkan suatu demokrasi yang belum sempurna pun, masih lebih baik daripada diperintah oleh pemerintah yang menyatakan dirinya tahu apa yang terbaik buat rakyat. Demokrasi adalah kehendak rakyat, seperti pengertiannya yang telah dengan gamblang menjelaskan dirinya sendiri, yakni: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Konstitusi adalah alat, tentara dan pemerintah yang menjalankannya hanyalah pelayan, yang harus tunduk kepada kehendak para pembuatnya, yaitu rakyat.

Kehendak rakyat tersebut dapat berwujud spontan dan terorganisir. Ia dapat menjadi tindakan politik terorganisir bila ditempa di dalam wadah-wadah rakyat, yaitu organisasi-organsasi rakyat. Dalam setiap momentum ledakan spontan kemarahan rakyat, seperti yang kita saksikan saat ini, sebuah wadah politik terorganisir akan sangat dibutuhkan agar kemarahan tersebut berbuah kemenangan politik di pihak rakyat sekaligus sanggup menahan berbagai serangan balik dari sisa-sisa penguasa lama.

Bila mayoritas rakyat menghendaki seluruh rezim yang berkuasa angkat kaki, seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir, maka tanpa tercantum dalam konstitusipun seluruh institusi formal demokrasi terpaksa mengikutinya, bahkan konstitusi akan dilawan bila tidak lagi sesuai dengan kehendak rakyat tersebut.

Bila demikian yang terjadi, bukankah itu namanya pemberontakan rakyat? Dan bila rakyat mayoritas menghendaki pemberontakan, konstitusi seperti apa, pemerintah macam apa, dan tentara bagaimana yang dapat melarangnya, kecuali membumihanguskan pemberontakan tersebut dengan senjata?

Revolusi atau Reformasi

Bila semua informasi, pengetahuan, dan ilmu mengenai yang sesungguhnya terjadi di dunia ini, dengan adil diberitahukan dan diajarkan kepada seluruh rakyat, maka rakyat akan memiliki banyak pilihan untuk mengatasi masalah-masalah dunia dan kehidupannya sendiri. Tapi tidak demikian yang kini terjadi, karena informasi, pengetahuan, dan ilmu, ditanamkan sedemikian rupa ke dalam pikiran mayoritas rakyat untuk tidak menggugat: mengapa harga bahan pokok demikian tinggi padahal teknologi pangan sudah efisien; mengapa kelaparan melonjak padahal hasil pangan berlimpah; mengapa tidak ada lapangan kerja padahal sektor-sektor produksi banyak yang bisa diolah; mengapa energi harus mahal dan merusak lingkungan padahal energi terperbarukan aman dan mudah didapat; mengapa kekayaan segelintir manusia bisa melebihi pendapatan perkapita rakyat di beberapa negara padahal mereka tidak bekerja keras?

Lalu, menjadi tak heran ketika masih banyak diantara kita yang takut mendengar kata Revolusi, dan lebih senang dengan Reformasi, tanpa mengerti benar apa tujuan dan latar belakang masing-masing. Ketika rakyat Mesir dan Tunisia bertahan di jalan-jalan kota menghendaki seluruh rezim anti demokrasi angkat kaki, menyerukan pemerintahan transisi dari semua faksi yang berlawan, maka itulah salah satu bentuk revolusi. Ketika rakyat dan mahasiswa Indonesia menuntut Soeharto turun, tapi tidak sanggup mencegah Habibie dan Partai Golkar tetap berkuasa, maka rakyat Indonesia hanya sanggup melalukan reformasi. Ketika rakyat Kuba menjatuhkan kediktatoran Batista 1959 dan membentuk pemerintahan yang sama sekali baru dengan orientasi ekonomi yang bebas dari kepentingan pemerintah AS, IMF, Bank Dunia, dan seluruh institusi keuangan kapitalisme global, maka demikianlah rakyat Kuba berhasil memasuki gerbang revolusi dan mendirikan negeri baru yang bertahan—dengan berbagai permasalahannya—hingga saat ini.

Di dalam revolusi, sudah pasti terjadi reformasi, tapi tidak sebaliknya. Karena revolusi selalu berkehendak lebih jauh lagi. "Revolusi membuka intervensi massa langsung di dalam peristiwa sejarah; ketika tatanan lama tidak lagi dapat diterima, dihancurkannya batas-batas yang menyingkirkannya dari arena politik. Sejarah suatu revolusi, pertama-tama, adalah sejarah masuknya massa secara paksa ke arena negara-pemerintahan demi menentukan nasibnya sendiri," demikian dengan indah digambarkan oleh Trotsky di dalam Preface to History of the Russian Revolution.

Pada akhirnya, revolusi adalah strategi untuk membuat rakyat berkuasa. Oleh karena itu ia menakutkan segelintir kepentingan yang sudah terbiasa mengangkangi hak-hak rakyat.***

*anggota kprm prd dan perempuan mahardhika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar