PROGRAM SOSIALIS:
Nasionalisasi Industri di bawah kontrol rakyat:
Menjawab pembiayaan untuk Pendidikan Gratis (belajar dari pengalaman Venezuela)
***
...
Proses Pengambilalihan Kendali dan Tipe Pengelolaan Industri di Tangan Rakyat
o Pengambilalihan kendali industri oleh pemerintah Venezuela pertama kali difokuskan pada sektor industri perminyakan (migas), listrik dan telekomunikasi. Fokus kedua dilakukan terhadap sektor konstruksi dan makanan, yakni industri semen (meliputi hampir 40 pabrik), peternakan dan susu—melanjutkan pengambilalihan terhadap 32 lahan pertanian berskala besar. Sedangkan industri seperti mineral, metal, bauksit, batubara dan baja tetap berada di tangan Negara—memang tidak pernah diprivatisasi (dijual ke tangan swasta asing).
o Re-nasionalisasi PDVSA dilakukan di akhir tahun 2001. Pemerintahan Chavez mengalokasikan lebih dari 50% keuntungannya untuk program-program sosial peningkatan tenaga produktif (missiones). Pemerintah juga mendirikan National Fund for Economic Development (Fonden) dari hasil surplus cadangan mata uang asing yang meningkat akibat peningkatan harga minyak. Dari Fonden, dana dialirkan khususnya untuk peningkatan/alih teknologi dan penelitian ilmiah.
o Sejak pemerintahan Hugo Chavez berhasil memenangkan kekuasaan pada tahun 1998, berbagai paket perundang-undangan yang melindungi hak dan partisipasi buruh (serta rakyat miskin) sudah diterapkan. Hasilnya, di hampir seluruh perusahaan, berbagai serikat buruh baru tingkat pabrik berkembang. Hukum perundang-undangan yang baru memungkinkan kaum buruh untuk menyelenggarakan referendum (penentuan pendapat) guna memutuskan sekaligus menjalankan perjanjian bersama (semacam PKB) di pabrik, yang kemudian membuka kesempatan bagi lapisan pejuang buruh militan (baru) untuk bermunculan dan ikut mengambil tanggung jawab.
o Di tahun 2005, banyak pabrik yang tutup diambil alih serta dijalankan oleh pekerja. Sebanyak 800 pabrik tutup di seluruh negeri (kebanyakan karena ditinggal oleh pengusaha yang anti-Chavez) dan sejak November 2006, kurang lebih 1200 pabrik sudah diambil alih oleh kaum buruh. Namun di tahun 2008, hanya sedikit yang bisa bangkit kembali dan dalam beberapa kasus, dikelola di bawah manajemen koperasi buruh, atau justru gagal beroperasi.
o Pendudukan Pabrik Pengelola Limbah Padat di Merida. Di bulan September 2007, setelah memperoleh gaji, buruh pabrik Pengelolaan Limbah ini menduduki instalasi pabrik dan menuntut agar pemilik perusahaan angkat kaki, kemudian mereka mengambil alih kantor dan menuntut agar administrasi pabrik tersebut berhenti.
o Re-nasionalisasi Pabrik Baja SIDOR di Kawasan Industri Guayana. SIDOR adalah salah satu industri baja raksasa yang paling penting di Venezuela dan Amerika Latin. Setelah mengambil alih pabrik, Presiden Chavez melegalkan pengambilalihan tersebut lewat dekrit pada tanggal 9 April 2008.
Sambil menunggu negara mengambil alih administrasi pabrik, sejak 10 April 2008, kaum buruh di beberapa bagian mulai terorganisir ke dalam komite-komite pengawasan dan kontrol pabrik. Tujuannya untuk menghambat sabotase peralatan, kontrol produksi dan serangan dari supervisor atau para bos lainnya. Kehendak para pekerja SIDOR adalah mengelola produksi dan administrasi perusahaan tersebut. Mereka juga mempersiapkan proposal mengenai pengelolaan SIDOR yang baru, yang menyatakan bahwa pengelolaan oleh buruh tidaklah mustahil, bahkan bisa dengan hasil yang lebih baik dan efisien.
Kinerja pengelolaan oleh mayoritas kaum buruh terbukti menunjukkan efisiensi dalam produksi dan pelayanan sosial daripada yang ditunjukkan oleh perusahaan-perusahaan kapitalis transnasional dan nasional manapun. Kaum buruh menunjukkan kemampuannya dalam menggandakan level produksi.
o Pengelolaan Perusahaan Listrik CADAFE. CADAFE adalah perusahaan milik Negara yang memproduksi 60% listrik Venezuela, dengan 34.000 pekerja. Setelah perjuangan panjang untuk memenangkan hak berpartisipasi di dalam kontrak perjanjian (semacam kontrak karya) melalui pendirian dewan-dewan buruh, manajemen (baru) perusahaan mulai menghancurkan partisipasi riil buruh, membatasinya hanya pada keputusan-keputusan yang tidak penting.
Banyak proposal menyangkut pengelolaan pabrik diajukan oleh kaum buruh, namun sangat sedikit yang dilaksanakan. Dari lima anggota komite koordinasi yang dibentuk untuk Pengelolaan Bersama (co-management), dua posisi dicadangkan untuk anggota serikat buruh melalui mekanisme penunjukan, dan tidak bisa di-recall. Presiden perusahaan juga tidak berkewajiban melaksanakan instruksi dari komite tersebut. Pihak manajemen bahkan mengatakan bahwa tidak perlu ada partisipasi kaum buruh dalam industri strategis.
Sementara itu, terdapat jenis Pengelolaan Bersama yang sangat berbeda di anak perusahaan CADAFE, Cadela-Mérida, di Zona Andean. Di sana terdapat partisipasi bersama antara pekerja, para eksekutif dan organisasi komunitas setempat. Presiden Cadela dinominasikan dan dipilih oleh mayoritas kaum buruh di lokasi tersebut. Pelayanan meningkat, keuntungan juga lebih tinggi dan layanan pekerjaan diberikan ke banyak koperasi (lebih dari 375 koperasi hingga akhir 2004)—daripada memberi kontrak pelayanan ke perusahaan swasta. Jenis kendali buruh atas produksi antara CADAFE dan anak perusahaannya, Cadela-Mérida, memiliki perbedaan yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut.
o Pengelolaan Pabrik Keramik Sanatarios Maracay. Setelah persatuan buruh berhasil mengambil alih pabrik, mereka mulai menjual barang-barang persediaan dan meminta bantuan masyarakat untuk memulai kembali produksi dan distribusi. Produksi pun dimulai. Mereka mengorganisasikan dewan-dewan buruh sebagai sebuah mekanisme demokratik untuk mengoperasikan pabrik dan manajemen aset sehari-hari. Di samping berbagai kesulitan, mereka terus maju dan menuntut nasionalisasi penuh dari pemerintah—termasuk meminta bantuan pemerintah untuk membeli produk keramik mereka, terkait program pemerintah untuk perumahan rakyat miskin. Mereka juga menjual hasil produksi kepada masyarakat dengan harga terjangkau. Setiap minggu, pekerja yang bekerja lembur mendapatkan paket sembako dan pembayaran gaji juga dilakukan oleh dewan-dewan buruh.
o Pengelolaan Pabrik Kertas INVEPAL. Dimulai tahun 2005, pabrik kertas milik kapitalis yang bangkrut ini diambil alih oleh pemerintahan Chavez dengan suntikan modal sebesar $7 juta. Perusahaan ini diorganisir sebagai perusahaan yang dimiliki buruh, yakni kepemilikan antara buruh (51%) dan pemerintah (49%). Peningkatan hasil produksi akan digunakan oleh kaum buruh untuk kemudian membeli saham pemerintah, dan hanya akan menyisakannya sebanyak 1% saja. Pemilikan semacam ini menyebabkan kontroversi di kalangan buruh dan aktivis sosialis, yang menganggap bahwa kepemilikan buruh tersebut tidak ada bedanya dengan kepemilikan kapitalis—hanya beda dalam jumlah pemilik saja. Oleh sebab itulah FRETECO (Front Revolusioner Pekerja Pabrik-Pabrik di Bawah Kendali Buruh) menuntut pengambilalihan penuh oleh pemerintah.
Terdapat Dewan Buruh yang terdiri dari Majelis Umum Pekerja (pembuat keputusan tertinggi) di pabrik serta Komisi Permanen yang dipilih untuk posisi-posisi seperti Keuangan, Formasi Politik dan Sosial, Komisi Teknik, Administrasi, Disiplin, Keamanan dan Kontrol serta Pelayanan. Seluruh orang yang dipilih dapat dipecat melalui sidang Majelis Umum Dewan Buruh. Untuk mengatasi pemisahan kerja intelektual atau administratif dengan kerja manual, mereka merotasi berbagai jenis pekerjaan, mengkombinasikannya dengan diskusi politik di dalam dewan buruh, pendidikan untuk pengembangan kolektif serta pelatihan-pelatihan teknik.
Pengalaman lain yang penting adalah hubungan dewan buruh dengan komunitas setempat. Tidak saja pabrik menyediakan ruang bagi program-program pendidikan dan kesehatan komunitas, namun dewan buruh juga berpartisipasi dalam dewan komunal setempat. Dewan buruh mengirimkan delegasi ke dewan komunal, begitupun sebaliknya, yang dapat diterapkan juga dalam lingkup federasi dewan buruh dan dewan komunal yang lebih luas dalam rangka membangun struktur-struktur kekuasaan rakyat sejati.
o Pabrik Aluminium ALCASA. Bisnis kapitalis yang berdiri sejak tahun 1967 ini mulai melaksanakan praktek manajemen buruh di tahun 2005. Proses ini ditandai dengan pendirian majelis buruh terbuka, pendiskusian 18 poin proposal untuk meluncurkan kembali pabrik serta proses pemilihan manajemen baru melalui pemilihan tertutup. Dari 2700 pekerja di ALCASA, 95% berpartisipasi dalam pemilihan tersebut. Kaum buruh juga memilih 36 juru bicara dan manajemen untuk membuat keputusan. Proses manajemen ini sudah berjalan tiga tahap dan berhasil meningkatkan produksi sekaligus memperbaiki kondisi kerja.
Tahap kedua difokuskan pada pengembangan manajemen dan strategi baru perusahaan. Di tahap ketiga, diskusi dan perdebatan terjadi menyangkut persoalan-persoalan semacam: memanusiawikan tenaga kerja, termasuk pengurangan hari kerja, demokratisasi pengetahuan untuk mengurangi pembagian kerja sosial di dalam pabrik serta desentralisasi keputusan melalui pembangunan dewan-dewan buruh.
Untuk itu, mereka membangun pusat pelatihan sosial politik, sehingga kaum buruh dapat terlibat dalam proses yang ada. Pada awalnya, para pekerja kerap dituduh sebagai komunis, garis keras atau sejenisnya. Namun sedikit demi sedikit kaum buruh mulai terlibat dalam pelatihan tersebut dan kini beberapa ratus buruh mulai terlibat.
ALCASA tetap dimiliki oleh Negara. Berbeda dengan INVEPAL, dewan buruh di pabrik ini tidak menghendaki model manajemen yang mendistribusikan modal kepada seluruh pekerja atau mendekatkan buruh dengan modal atau pembagian saham di antara mereka. Menurut mereka, manajemen bersama tersebut tidak dibatasi hanya pada tingkat perusahaan semata, namun harus meliputi pengelolaan bersama dengan komunitas sosial masyarakat, walaupun untuk yang terakhir ini belum tampak keberhasilan yang signifikan.
Sebelum pengelolaan ini dimulai, banyak di antara buruh yang menyatakan seharusnya semua pimpinan dan para direktur dipecati. Tapi menurut dewan buruh, hal tersebut adalah hal paling akhir yang akan mereka lakukan—bahkan bisa menjadi bencana jika dilakukan. Karena pengalaman pemecatan 2000 manajer di PDVSA telah menyulitkan pengelolaan dan produksi pabrik, bahkan hingga saat ini. Mereka sedang membangun proses dari bawah, pemilihan di tiap workshop, pemilihan di tiap grup ”delegasi juru bicara.” Suatu sistem pemilihan langsung, kontrol dan akuntabilitas, penggiliran tugas, dan seterusnya.
Tim kepemimpinan juga semakin meluas. Untuk setiap satu orang pimpinan lama, mereka memilih tiga orang baru. Kemudian terdapat 300 delegasi juru bicara yang dipilih dari tingkat paling bawah oleh buruh. Belakangan ini, setiap departemen memiliki “dewan administratif,” dengan juru bicara yang dipilih di tiap tim, untuk mendiskusikan dan merencanakan persoalan-persoalan produksi.
Kendala-Kendala
Berdasarkan pengalaman pengambilalihan industri di Venezuela, kendala-kendala yang dihadapi antara lain:
a. Kultur/kebudayaan buruh yang masih terbelakang, yakni ketika buruh bekerja semata-mata untuk mendapatkan uang dan tidak sedikitpun punya visi untuk membangun ekonomi negeri sekaligus menciptakan tatanan masyarakat baru.
b. Dalam beberapa kasus, perusahaan-perusahaan yang ditinggal kabur pemiliknya juga meninggalkan utang yang harus ditanggung oleh manajemen buruh yang baru.
Utang-utang atau tagihan tersebut bisa mengancam kelancaran produksi.
c. Bahan mentah menyusut dan akan sulit diperoleh kembali tanpa adanya modal, kredit serta legitimasi yang sah.
d. Kesulitan pemasaran tanpa bantuan masyarakat dan pemerintah.
e. Represi, hingga penculikan dan pembunuhan, oleh aparat keamanan dan pasukan preman bayaran terhadap serikat buruh yang melakukan pengambilalihan pabrik.
f. Sabotase pabrik, penghancuran mesin-mesin serta penghentian layanan listrik, air dan gas oleh aparat-aparat bayaran.
g. Pencurian mesin-mesin dan bahan mentah di pabrik.
h. Polarisasi dan fragmentasi yang tajam antar serikat buruh (pro Revolusi) yang berbeda-beda.
i. Pemilik pabrik lama seringkali memecah persatuan serikat buruh dengan membuat serikat buruh tandingan yang anti terhadap kontrol buruh di pabrik.
j. Satu perusahaan yang berada di bawah kendali buruh terletak di tengah-tengah kawasan industri yang masih berorientasi kapitalis.
k. Kelelahan berjuang akibat proses yang tidak selalu berlangsung cepat.
l. Tidak berjalannya proses partisipasi mayoritas buruh membuat lambatnya produksi berjalan serta lemahnya kekuatan dewan buruh.
m. Aristokrasi buruh—buruh yang bermental kapitalis ketika sudah memiliki alat produksi.
n. Sindikalisme—pengelolaan pabrik hanya untuk pabrik itu sendiri; tidak bersedia berada dalam satu perencanaan pengelolaan bersama secara nasional.
Syarat-Syarat Keberhasilan
a. Kesadaran yang meluas di kalangan kaum buruh dan rakyat miskin lainnya untuk melawan kapitalisme. Perlawanan tersebut dalam bentuk pengambilalihan alat produksi dari kepemilikan kapitalis, sekaligus mengubah relasi produksi agar menjadi semakin setara dan berwatak kerjasama.
b. Adanya persatuan gerakan (antar kaum buruh dan dengan berbagai elemen rakyat miskin pro-demokratik) yang luas untuk menuntut pengambilalihan perusahaan-perusahaan kapitalis untuk kemudian diserahkan kendalinya pada persatuan/dewan-dewan buruh.
c. Adanya persatuan gerakan untuk membangun alat politik alternatif yang mendapat dukungan dari mayoritas rakyat guna merebut kekuasaan. Hal ini dibutuhkan karena nasionalisasi di bawah kontrol Negara yang bukan merupakan perwujudan dari perwakilan dan kepentingan kelas pekerja dan rakyat miskin tidak akan membawa kesejahteraan bagi mayoritas kelas pekerja dan rakyat miskin.
d. Kekuasaan baru yang akan menjalankan program pemusatan seluruh sumber pembiayaan dalam negeri untuk membiayai kebutuhan darurat rakyat (guna meningkatkan tenaga produktifnya) sekaligus mengembangkan industri nasional. Kekuasaan tersebut juga harus mendorong partisipasi riil dari rakyat dalam berbagai mekanisme demokrasi langsung untuk menjamin berjalannya kendali rakyat atas industri yang sudah diambil alih.
e. Kontrol buruh harus berskala nasional dan diperluas agar dapat mengatasi semua kepentingan kapitalis (bukan diorganisir secara insidental tanpa sistem); terencana baik dan tidak bisa dipisahkan dari keseluruhan kehidupan industri nasional. Oleh sebab itulah persatuan antar buruh dari pabrik-pabrik yang sudah diambil alih dengan organisasi-organisasi rakyat lainnya mutlak diperlukan.
(Sumber: zelyariane.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar