Linda Sudiono
Kapitalisme telah gagal. Sepanjang perjalanan sejarah, sistem yang menganalisa proses produksi berdasarkan logika modal ini tidak mampu melepaskan diri dari krisis yang terus menggerogoti. Teori-teori baru terus dilahirkan untuk menemukan metode terbaik bagi kelangsungan hidup sistem kelas ini. Mulai dari teori liberalisme ala Adam Smith yang menjadi teori utama sistem kapitalisme di Amerika Serikat dan Inggris sekaligus menghantarkan dunia global pada great depression tahun 1930 , digantikan dengan teori Keynessian oleh John Maynard Keynes yang penyesuaian prakteknya ditolak oleh para elit serta perusahaan yang merasa dirugikan dengan program pemberdayaan masyarakat . Kegagalan demi kegagalan yang dialami sistem ini memotivasi para ekonom borjuis untuk menemukan jalan keluar yang paling efektif bagi sistem perekonomian global. Bermula dari frederick Von Hayek dan Milton friedman—filsuf ekonom universitas Chicacago—ekonomi liberal dihidupkan kembali dengan terminologi baru, yaitu ideologi Neoliberalisme.
Proteksi ideologi neoliberalisme ternyata tidak mampu menahan serangan krisis. Rendahnya daya beli masyarakat dijawab oleh para elit kapitalis dengan pemberian pinjaman dan kredit kepada masyarakat. Sektor produksi riil tidak lagi diminati oleh para pemilik modal yang dengan segera mengalihkan penanaman modalnya pada sektor keuangan. Bank-bank mulai menurunkan standar pinjaman kepada nasabah yang menyebabkan kredit macet akibat ketidaksanggupan para nasabah membayar pinjaman (subprime mortgage). Krisis ini terjadi pada tahun 2008 lalu. Banyak bank yang mengalami kerugian dan bahkan kolaps. Inilah yang disebut krisis overproduksi akibat penghisapan brutal terhadap pekerja dan obsesinya terhadap prinsip akumulatif. di tengah situasi kepanikan krisis dan ancaman kolaps bagi para elit kapitalis, campur tangan negara melalui kebijakan bail out untuk menyelamatkan para pemodal pun diterapkan, dan ini berarti melanggar prinsip ideologi neoliberalisme, dimana campur tangan negara di bidang ekonomi dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak efisien dan harus ditinggalkan. Teori neoliberalisme telah dihancurkan oleh para kapitalis sendiri.
Berbagai teori telah dihasilkan, metode alternatif telah dipraktikan dan krisis kembali menjadi mimpi buruk bagi sistem kapitalisme dan bencana besar bagi rakyat miskin di seluruh dunia. Sistem ekonomi kapitalisme telah terbukti gagal menghantarkan dunia pada suatu peradaban masyarakat yang lebih maju. Tiga pilar besar penopang sistem ini, yaitu akumulatif, eksploitatif dan ekspansif telah melimpahkan kekayaan dunia ketangan segelintir orang dengan mengorbankan nasib mayoritas rakyat miskin dunia. watak serakah yang terbangun diatas basis produksi kelas memaksa para kapitalis untuk setia mempertahankan pilar akumulatif. Metode yang paling efektif untuk mengokohkan pilar ini adalah dengan melakukan eksploitasi terhadap segala sumber daya alam maupun sumber daya manusia dengan menebus batas negara, berekspedisi untuk menemukan lahan baru bagi berjalannya proses produksi. untuk memaksimalisasi keuntungan modal, para kapitalis akan menyiasati dengan menekan ongkos produksi salah satunya melalui penekanan terhadap ongkos buruh. Akibatnya jelas, ancaman terhadap produktivitas masyarakat dunia, khususnya rakyat miskin, di dalamnya termasuk perempuan yang menempati posisi terlemah dalam sistem ekonomi politik dan sosiokultural masyarakat.
Lenin dalam “Tahapan tertinggi dari kapitalisme adalah imperialisme” menyebutkan bahwa sistem kapitalisme selalu membutuhkan teritori baru sebagai sasaran pasar untuk mencegah overproduksi dan penurunan keuntungan sekaligus sebagai sumber bahan mentah. Globalisasi sebagai tahapan terpenting imperialisme dimana paham transnasionalisme di tanamkan untuk menebus batas negara sehingga konsentrasi modal akan terus berlangsung dan berubah menjadi monopoli yang menjalar keseluruh dunia. sasaran paling empuk dari obsesi kapitalis sudah tentu, negara dengan sumber daya alam yang melimpahruah, sistem ekonomi politik yang lemah dengan tenaga produktif yang rendah. Negara yang memenuhi syarat tersebut, tentunya adalah negara berkembang seperti Indonesia.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah tenaga kerja yang melimpah, letak geografis yang strategis dan hasil alamnya yang berlimpahruah. tidak ada landasan bagi Indonesia untuk menjadi negara miskin dan mengalami kehancuran tenaga produktif dan berkebudayaan rendah (parokial) jika kekayaan alam yang dikandung di dalam bumi pertiiwi ini mampu dimanfaatkan dengan baik oleh penguasa negeri untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Embrio kapitalisme mulai masuk ke Indonesia pada abad ke 15 beriringan dengan berkembangnya perkapalan di eropa yang memberikan landasan ekspansi negara maju yang lebih dulu mengalami perkembangan sistem kapitalisme melalui penghancuran sistem feodalisme (penghancuran sistem feodalisme melalu penumbangan kekuasaan monarki absolut tidak terjadi di Indonesia). Karakter sistem kapitalisme “cangkokan” di Indonesia membawa dampak pada watak borjuasi dalam negeri yang bersifat komprador. Pada masa pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto, watak komprador borjuasi dalam negeri semakin dikukuhkan, kemandirian ekonomi negara mulai digadaikan. Pintu gerbang Indonesia di bukakan selebar-lebarnya bagi para pemodal asing maupun dalam negeri untuk berinvestasi dan mengeksploitasi kekayaan alam yang tersedia dengan legitimasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri . Utang-utang luar negeri pun dijadwalkan kembali. Negara kreditur mulai membentuk Konsorsium yang bernama InterGovermental Group on Indonesia (IGGI) yang kemudian berubah menjadi Consultative Group on Indonesia (CGI) yang berdalih pinjaman pemulihan perekonomian Indonesia dengan lampiran syarat pembukaan ruang investasi bagi pemodal asing. Indonesia dibawah kekuasaan imperium cendana mendapatkan landasan kuat menjadi anak emas bagi kapitalis asing. Ketimbang mengembangkan sumber daya alam negeri untuk perkembangan tenaga produktif dalam negeri, pemerintahan awal agen kapitalisme---pemerintahan soeharto--- lebih tertarik menyerahkan kekayaan indonesia untuk diolah dan dimanfaatkan oleh asing. Tidak peduli apa yang akan terjadi dengan nasib rakyat miskin Indonesia, yang penting obsesinya untuk membangun “imperium” cendana dapat terkabulkan. Tentara-tentara dilatih untuk menjadi anjing penjaga modal yang setia. Segala tindakan yang dapat mengancam keberadaan kapitalis harus dimusnakan. Gejolak amarah rakyat diredam untuk memastikan para pemodal asing betah berada di Indonesia. Alhasil, penculikan, penangkapan dan atau pembunuhan dengan landasan subversif, pemberlakuan daerah operasi militer marak terjadi.
Perekonomian dalam negeri yang terbangun di atas landasan utang luar negeri dan modal asing di bawah pemerintahan soeharto mulai mengalami kehancuran akibat krisis moneter tahun 1997 yang bertepatan dengan jatuh tempo pembayaran utang luar negeri. Untuk menalangi pembayaran utang yang berjumlah fantastik, Pemerintahan Soeharto menyepakati penandatanganan Letter of Intens dari International Moneter Fund (IMF) dengan harapan pengembalian keseimbangan neraca keuangan. Imbalannya, Indonesia diwajibkan untuk memberlakukan beberapa kebijakan penyesuaian salah satunya adalah Privatisasi Badan Usaha Milik Negera (BUMN).
Pasca lengsernya soeharto oleh gerakan massa terorganisir, kekuasaan pemerintahan Indonesia diambil alih oleh elit yang tampaknya pro reformasi namun sesungguhnya tidak mempunyai solusi kongkrit untuk menghantarkan rakyat Indonesia pada kesejahteraan. Konstelasi kekuatan elit borjuasi pasca soeharto mulai terpecah. Semuanya berlomba-lomba untuk menarik simpati rakyat, mengambil alih kekuasaan, menjadi agen setia kapitalis asing. Agenda reformasi memang telah membukakan gerbang demokrasi namun dibawah kekuasaan elit, demokrasi kembali di dadani dengan syarat “kapital”. Penjualan aset negara, privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan pencabutan subsidi semakin gencar dilakukan.
Pemerintahan pasca soeharto, mulai dari Habibie sampai pada SBY-Boediono, mempertahankan karakternya sebagai agen kapitalisme yang loyal. Aset negara dibawah pemerintahan komprador terus bertranformasi menjadi milik perorangan melalui segala bentuk kebijakan yang menghalalkan kebebasan berinvestasi dan privatisasi bidang infrastruktur yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Megawati yang “beroposisi” di era orde baru, mulai menunjukkan taringnya pasca berkuasa. Suasana represif mulai memanas pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang memberlakukan sistem outsourching dan sistem kerja kontrak.
!
Sejak pemerintahan kabinet Indonesia bersatu jilid 1 berkuasa, kenaikan harga BBM dan bahan bakar gas telah tiga kali dilakukan, yaitu bulan Maret 2006 untuk Gas sebesar 40% dan BBM sebesar 28 %, oktober 2006 sebesar 187,5 % dan terakhir pada bulan Juni 2008 sebesar 30% untuk BBM. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada kenaikan harga bahan sandang, pangan, transportasi, pendidikan, kesehatan, dll. Indonesia dengan cadangan minyak yang melimpah seharusnya mampu terbebas dari dampak krisis monopoli perdagangan minyak dunia jikalau pemerintah komprador tidak menggadaikan sumber minyak dan energi lainnya kepada kapitalis asing yang menyebabkan Indonesia kehilangan kuasa terhadap kontrol sumber daya alam dalam negeri. Angka pengangguran semakin meningkat, mencapai 40 Juta jiwa, sebagai dampak dari peningkatan kapital tetap (pemeliharaan mesin, ongkos produksi) yang disebabkan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dan Gas yang disiasati dengan penurunan kapital variabel (upah buruh, upah pemeliharaan lingkungan, dll). Sejak 2004-2007, jumlah PHK sebesar 6 juta lebih di perkotaan dan pedesaan. Angka ini bertambah pada tahun awal tahun 2008 dan melonjak, akibat dari ribuan perusahaan Tahu dan tempe yang gulung tikar karena kenaikan harga bahan baku kedelai mencapai 100%. hingga saat ini lebih dari 175 juta lahan telah dikuasai oleh modal swasta, setara dengan 91% luas daratan Indonesia. kekayaan migas yang dikuasai investor asing mencapai 90%, tambang mineral 89% dan batubara 75%. dengan penguasaan yang berlimpah oleh investor asing maka sudah dapat dipastikan hasil dari eksploitasi sumber daya alam akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke negara maju. hal ini berdampak serius pada sempitnya lapangan pekerjaan, rendahnya produktivitas industri dalam negeri serta sumber daya manusia, dan kelangkaan sumber daya alam dalam negeri serta kenaikan sejumlah harga kebutuhan pokok.
Di samping itu, Komodifikasi di bidang pendidikan telah melahirkan problema serius dalam struktur masyarakat Indonesia yang mayoritas masih berada di bawah garis kemiskinan. Penurunan produktivitas tenaga kerja Indonesia yang disebabkan oleh sulitnya akses pendidikan memberikan landasan kuat kepada para pengusaha untuk menggaji murah tenaga kerja Indonesia. Dari total angkatan kerja yang mengisi industri saat ini, 55% berpendidikan sekolah dasar ke bawah dengan gaji di bawah upah minimum propinsi (UMP). Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menunjukkan angka pengangguran perempuan mencapai 88% dari total angka pengangguran. Menurut data PNFI Depdiknas menunjukkan bahwa angka buta aksara di Indonesia semakin meningkat mencapai 9,7 juta dan 65% diantaranya adalah perempuan yang semakin kehilangan kesempatan sekolah setelah sebelumnya mengalami penindasan ribuan tahun oleh budaya patriarki.
Di awal pemerintahan kabinet Indonesia bersatu jilid II loyalitas SBY bersama pasangannya Boediono semakin teruji dalam penyelenggaraan pertemuan National Summit yang diselenggarakan pada tanggal 29-31 Oktober 2009. Pertemuan para agen kapitalisme untuk merumuskan strategi penyelamatan krisis global, perluasan pasar, monopoli dan penemuan titik sumber daya alam serta sumber tenaga kerja murah ini menghasilkan beberapa kesepakatan menyangkut kebebasan berinvestasi (yang pastinya akan berdampak pada privatisasi), kebebasan investor asing untuk melakukan impor kapital, kemudahan perdagangan melalui penghapusan tarif impor dan ekspor, sertifikasi tanah untuk memberikan kepastian hukum bagi kapitalis asing untuk menguasai lahan tanah, jaminan keamanan modal asing dari gejolak gerakan rakyat progresif, dll. Tepat pada awal tahun 2010 lalu, pemerintahan SBY-Boediono memberlakukan Asean China Free Trade Agreements. Ini berarti pembebasan bea untuk semua produk China yang masuk ke Indonesia. Tenaga produktif Indonesia yang rendah dan sektor Industri yang masih kecil serta fragmentatif berdampak pada menurunnya efisiensi produksi dalam negeri.
Tidak heran, pasca pemberlakuan kebijakan ini, industri yang selama ini berbasis pasar dalam negeri mengalami dampak buruk, khususnya industri manufaktur, tekstil dan garmen. Diperkirakan jumlah PHK mencapai 7,5 juta secara nasional. Dampak paling besar melanda industri tekstil dan 1,2 juta buruh terancam PHK, apalagi industri tekstil dalam negeri hanya menguasai 22% pasar tekstil di Indonesia.
Pada tanggal 15 Juni 2010 Pemerintah melalui kementerian Energi dan Sumber Daya Alam Mineral resmi menyetujui kenaikan TDL yang berlaku per 1 Juli 2010 dengan rata-rata kenaikan sebesar 5-20 %. Dampak buruk kenaikan Tarif Dasar Listrik sudah mulai dirasakan sejumlah kalangan sebelum pemerintah merealisasikan keputusannya. Di beberapa daerah, seperti di Jawa timur harga beras, gula pasir dan minyak gorang melonjak sekitar 10-15%. Bahkan di Purwakarta, harga sembako melonjak hingga 100%.
Persentase kenaikan tarif dasar listrik terbesar menimpa para pengguna berlatarbelakang industri. Ini artinya akan ada peningkatan biaya produksi sekaligus penurunan laba industri yang menjadi momok bagi para pemodal. Solusi usang yang sering digunakan oleh para pengusaha untuk mengatasi penurunan hasil produksi adalah dengan menurunkan kapital variabel (upah buruh) dan atau menaikkan harga komoditi. ini artinya gelombang PHK akan meningkat kenaikan harga barang yang tidak diimbangi dengan kenaikan upah buruh mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat yang akan memicu krisis overproduksi.
Pemerintah berdalih subsidi listrik APBN 2010 yang mencapai Rp. 55,1 triliun, subsidi BBM dan Elpiji yang mencapai Rp. 90 Triliun, Subsidi Pupuk,dll yang mencapai Rp. 210 Triliun akan menghabiskan 1/5 % dana APBN, maka jika subsidi tidak dikurangi dan kenaikan Tarif Dasar Listrik tidak diberlakukan, APBN 2010 akan mengalami defisit sebesar Rp. 5 triliun. Alasan usang di balik skenario besar liberalisasi. Sebagaimana diketahui, Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pemegang kuasa terhadap penyelenggaraan tenaga listrik dalam negeri, 80 % sumber dananya berasal dari utang dengan penyertaan modal pemerintah sebesar Rp. 28,5 Triliun yang berasal dari uang rakyat. Untuk menanggulangi tunggakan pembayaran utang luar negeri tersebut maka PLN telah menargetkan investasi sebesar Rp. 80 Triliun setiap tahunnya dan keinginan untuk mendapatkan margin keuntungan sebesar 8% untuk berbagai kebutuhan operasioanl dan pengajuan kredit usaha ke bank. Sebagai bentuk legitimasinya maka dalam siaran pers Nomor 16/Humas Departemen ESDM/2009 tentang Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan disetujui menjadi Undang-Undang Ketenagalistrika, poin 5 menyebutkan “Badan usaha swasta, koperasi, swadaya masyarakat, dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik guna meningkatkan penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat. Pemerintah menerbitkan izin usaha penyediaan tenaga listrik”. Dengan landasan hukum ini maka tenagalistrik yang menguasai hajat hidup orang banyak telah menjadi barang komoditi di bawah penyelenggaraan badan usaha swasta.
Eksesnya jelas, tarif dasar listrik akan semakin melonjak karena prinsip penguasaan badan usaha swasta akan ditopang oleh kepentingan pengakumulasian modal, subsidi akan dikurangi bahkan dicabut sebagai akibat dari adanya peralihan sebagian tanggung jawab pemerintah ke tangan individu/swasta. Jaminan sosial/subsidi yang tidak diinginkan oleh sistem kapitalisme karena dianggap sebagai parasit, mendistorsi nilai barang dan jasa serta mempengaruhi efisiensi modal terpaksa harus ditanggulangi oleh pemerintahan SBY-Boediono sebagai bentuk kesetiaannya dalam menjalankan peran agen yang menguasai politik negara. Secara paralel, pemerintah juga menaikkan harga kereta ekonomi sebesar 10 %. Di samping itu, Harga maksimum rumah sederhana sehat bersubsidi untuk penduduk berpenghasilan di bawah Rp 2,5 juta per bulan naik menjadi Rp 94 juta per unit. Sementara harga maksimum rumah sederhana sehat atau RSH yang berlaku selama ini Rp 55 juta per unit.
Siapa yang paling berdampak terhadap serangkaian kebijakan pemerintah agen SBY-Boediono?
Dialah pihak yang harus dikorbankan untuk kepentingan elit-elit borjuasi. Dialah orang yang harus menahan lapar atau gizi buruk ditengah kelimpahan produksi dan sumber daya alam. Dialah yang harus menjadi bodoh karena tidak sanggup menikmati pendidikan. dialah yang harus sakit bahkan mati karena mahalnya akses kesehatan. Dialah yang harus menjual jasanya karena tidak memiliki alat produksi. Dialah yang harus disingkirkan oleh sosial karena streotipe makhluk nomor dua. Dialah orang yang tidak mempunyai hak partisipasi dalam pengambilan keputusan negara. Dialah orang yang tidak pernah didengarkan suaranya oleh “pemimpin” negara. Dialah orang yang harus menerima perlakuan sewenang-wenang oleh hukum karena tidak mempunyai posisi sosial. Dialah orang-orang yang lemah secara ekonomi, sosial maupun politik. Tidak perlu diragukan lagi, dialah rakyat miskin yang ditindas oleh sistem. Kondisi yang lebih parah menimpa entitas masyarakat yang dalam perjalanan sejarahnya telah tersingkirkan dari lapangan produksi oleh, yaitu Perempuan.
Sudah ribuan tahun, budaya itu mencengkram erat dalam tatanan masyarakat, mendiskreditkan hak perempuan sebagai manusia, membentuk karakternya yang pasif dan reseptif. Dia tidak memiliki kedaulatan bahkan terhadap tubuhnya sendiri. Dia tersubordinat ditengah gema demokrasi yang berdengung di seluruh jagat raya. Dia yang tidak bisa leluasa menikmati keagungan perkembangan ilmu pengetahuan. Dia tidak bisa menikmati keindahan sebagai manusia bebas. Dia bahkan tidak pernah sadar akan ketertindasannya. Dia tidak pernah tahu kalau kebebasan juga menjadi miliknya. Karena budaya itu telah menjadi tatanan nilai yang “dipaksa” untuk menjadi kesadaran masyarakat, sebagaimana kesadaran tentang adanya kelas. Budaya itu bernama Patriarki.
Budaya patriarki tidak serta merta muncul sebagai tata sikap, nilai maupun norma yang mengikat masyarakat. Budaya Patriarki muncul sebagai akibat dari penyingkiran terhadap perempuan dalam lapangan produksi bersamaan dengan munculnya kelas sosial akibat penguasaan kepemilikan pribadi. Di samping itu kemunculan kepemilikan pribadi telah melahirkan kelas sosial yang bersifat antagonistik. Keberadaan kelas tersebut adalah tidak terdamaikan. Ini artinya bahwa dibutuhkan perjuangan kelas untuk menumbangkan penindasan yang telah bercokol erat dan menjadi kunci perubahan corak produksi dan peradaban masyarakat.
perjuangan kelas telah berkontribusi besar terhadap perkembangan corak produksi di setiap zaman. Membebaskan dunia dari perbudakan dan otoritarian kerajaan serta kekuasaan tuan tanah yang menghambat perkembangan produksi sekaligus melebarkan pintu bagi masuknya demokrasi. Perjuangan kelas telah menghantarkan dunia pada sistem kapitalisme dengan perkembangan teknologi dan tenaga produktif yang relatif jauh lebih pesat dibandingkan dengan sistem corak produksi sebelumnya. Yang menjadi permasalahannya, salah satu penentu gerak sejarah, yaitu produksi material bagi kelangsungan hidup manusia masih menjadi kekuasaan segelintir orang. Ini berarti bahwa kepemilikan pribadi dalam corak produksi perbudakan dan feodalisme hanya bertransformasi dalam dadanan sistem kapitalisme. Relevansi kepemilikan pribadi semakin hilang dalam sistem ini karena proses produksi yang bersifat massal sehingga landasan bagi penguasaan hasil produksi ditangan segelintir orang menjadi semakin lemah.
Obsesi penguasaan modal yang berlimpah mengharuskan adanya ekspansi keladang subur pemilik sumber daya alam. Batas negara harus dihilangkan dengan paham yang bersifat internasionalis, paham Globalisasi. Paham ini menjembatani obsesi kapitalis sekaligus melahirkan kelas tertindas diseluruh dunia. pemegang kedaulatan negara harus mampu dipengaruhi untuk membukakan pintu gerbang bagi masuknya modal dan pemenuhan obsesi ekspansi. Merekalah yang akan menjadi agen-agen para kapitalis dunia. Wujud konkrit agen ini di Indonesia terbentuk dalam wajah pemerintahan elit SBY-Boediono.
Kesetiaan agen imperialisme di Indonesia telah membawa mimpi buruk bagi rakyat miskin, khusunya perempuan. masih segar dalam ingatan kita, bagaimana pemerintahan orde baru membangun kokoh jembatan bagi imperialisme dengan kebijakan investasi luar negerinya, atau ideologi ibuisme yang membatasi akses publik perempuan, sekaligus melanggengkan perempuan sebagai pekerja loyal sektor informal seperti pekerja rumah tangga, pelacur, buruh migram, dll. tidak akan terlupakan, bagaimana seorang presiden perempuan pertama di Republik Indonesia dengan senang hati menghadiahi perempuan dengan kemiskinan yang fantastik melalui kebijakan penjualan aset negara, pemberlakuan sistem kerja outsourching dan sistem kerja kontrak. Ketidak berpihakannya terhadap perempuan semakin teruji dengan ketidaksepakatannya terhadap pemberlakuan kuota 30% untuk perempuan di parlemen. Ketika kekuasaan beralih ditangan Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan privatisasi dan pencabutan subsidi sosial semakin menjadi. Sebagai akibatnya, akses rakyat miskin, khususnya perempuan semakin terbatasi. Data PNFI Depdiknas menunjukan bahwa dari total angka buta aksara di Indonesia (9,7 juta), 65 %nya adalah perempuan. PBB mengungkap bahwa dari 1,3 miliar warga miskin dunia, 70 % diantaranya adalah perempuan. Di Indonesia menurut data Women Development Survey, perempuan Indonesia memilki angka kemiskinan sebesar 111 juta jiwa, dan data Badan Pusat statistik DKI Jakarta menunjukan angka pengangguran perempuan sebesar 88% dari total angka pengangguran. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa angka kematian ibu melahirkan di Indonesia mencapai 390/100.000 kelahiran.
Patriarki menempatkan perempuan dalam pingitan domestifikasi dan pekerja reproduktif. Kapitalisme menyelamatkannya dari kegelapan domestik, melibatkannya dalam industri dan pekerjaan produksi. inilah yang disebut Feminization of Industry . Jangan berharap kapitalisme rela melakukan sesuatu yang tidak menguntungkan sistem produksi. Disatu sisi, kapitalisme memang membebaskan perempuan dari pingitan domestifikasi yang mencengkam. Disisi lain, budaya patriarki tetap dilanggengkan untuk mempertahankan sistem keluarga yang menempatkan perempuan sebagai pekerja reproduktif untuk memastikan adanya transmisi kepemilikan pribadi dalam bentuk pewarisan. Perempuan dijadikan tenaga kerja industri yang berupah rendah, sifatnya yang reseptif menjadi keyakinan teredamnya gejolak perlawanan buruh, mitos kecantikkan yang melekat dimanfaatkan sebagai daya tarik produk. Beberapa perusahaan bahkan memberlakukan kualifikasi kecantikan profesional (Professional Beauty Qualification) untuk memastikan perempuan memperoleh posisi pekerjaan yang mereka inginkan. Oleh standar tersebut perempuan dipaksa untuk selalu memikirkan kecantikkannya, dan menjadi konsumen produk kecantikkan hasil produksi kapitalisme.
Apa yang Harus dilakukan?
Musuh-musuh perempuan di Indonesia (kapitalis, agen kapitalisme, reformis gadungan, sisa orde baru dan militerisme) telah membawa dampak buruk terhadap perkembangan produktivitas perempuan. Titik berangkat yang sudah tidak setara antara laki-laki dan perempuan membutuhkan penanganan atau penyelesaian khusus melalui strategi dan taktik yang tepat, antara lain :
a. Pertama adalah membangun kesadaran dari perempuan akan situasi ketertindasan, penyebab ketertindasan dan arah perubahan atau solusi untuk terlepas dari ketertindasan. Tugas penyadaran ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan setiap panggung politik yang tersedia untuk mempropagandakan akar persoalan perempuan serta solusi penyelesaiannya. Media massa yang berkontribusi besar terhadap produksi ideologi massa juga sangat penting dimanfaatkan untuk melakukan taktik kampanye. Akan tetapi media massa ditengah hegemoni borjuasi tidak menjadi alat propaganda yang efektif dalam mengkampanyekan kesadaran sejati perempuan, maka butuh adanya media propaganda mandiri dalam bentuk terbitan reguler, selebaran, statement, koran selembar, poster, karya seni, dan lain sebagainya. Hal penting yang harus diingat dalam proses penyadaran adalah tidak menahapkan penyadaran massa karena hal ini akan memperlambat terjadinya perubahan masyarakat yang lebih baik (revolusi). Sejak awal massa harus tahu akar persoalan ketertindasan perempuan karena landasan bagi gerakan perjuangan pembebasan perempuan revolusioner mensyaratkan adanya peningkatan kesadaran yang revolusioner.
b. Kedua, membangun alat sekaligus sebagai senjata yang paling ampuh dalam perjuangan pembebasan perempuan dan berfungsi dalam penggalangan kekuatan bagi perjuangan. Alat yang dimaksud adalah organisasi. Dalam hal ini organisasi memegang peranan penting karena merupakan tempat untuk melatih keterlibatan perempuan dalam berbagai urusan-urusan publik. Dengan alat organisasi inilah akan memasifkan penyatuan kekuatan perjungan pembebasan perempuan. Organisasi dalam perjuangan pembebasan perempuan haruslah merupakan organisasi yang bersifat mandiri. Mandiri disini mempunyai arti bahwa organisasi perempuan yang terbentuk haruslah bebas dari pengaruh dan intervensi musuh-musuh rakyat (neoliberalisme, pemerintah agen neoliberalisme, partai politik busuk dan militerisme) yang akan mengkontraproduktifkan perjuangan pembebasan perempuan. Hal ini bukan berarti bahwa organisasi perempuan yang terbentuk adalah organisasi yang elitis, yang mengisolasikan diri dari persatuan dengan gerakan demokratik lainnya namun merupakan organisasi perempuan berwatak internasionalis serta turut mengambil tanggung jawab pembebasan rakyat miskin secara keseluruhan dengan menggalang persatuan dengan gerakan rakyat demokratik.
c. Ketiga, menggunakan metode yang paling efektif untuk melibatkan sebanyak mungkin partisipasi perempuan dalam perjuangan pembebasan. Metode yang dimaksud adalah metode mobilisasi massa. Pertama yang harus dilakukan dalam pengorganisiran massa adalah membaca potensi disetiap basis pengorganisiran. Hal ini penting dilakukan agar kita dapat memformulasikan metode penyadaran yang tepat. jika kesadaran massa masih sampai pada tahap ekonomisme dan belum bisa menerima propaganda sejati yang revolusioner maka massa dapat diorganisir dalam wadah yang lebih kecil dalam bentuk kelompok diskusi atau forum rembug, dengan tetap mengkampanyekan kesadaran sejati. Disini organiser harus mampu memberikan logika penyadaran yang rasional, tidak memaksakan kehendak (ngeyel) agar propaganda kesadaan sejati mudah diterima oleh massa yang masih berkesadaran reformis.
d. Penyatuan organisasi perempuan dengan organisasi gerakan demokratik sektoral serta Membangun kompartemen perempuan dalam setiap organisasi demokratik sektoral. Penindasan yang dialami oleh rakyat miskin serta merta juga akan menimpa perempuan (karena keberadaannya di segala sektor masyarakat), disamping budaya patriarki yang sudah menjadi salah satu musuh besar perempuan. oleh karena itu, perempuan memiliki musuh bersama dengan rakyat miskin lainnua yang harus dituntaskan dalam perjuangan kelas. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa rendahnya produktivitas perempuan tidak hanya menjadi hambatan bagi perempuan itu sendiri tetapi juga seluruh elemen masyarakat karena perkembangan peradaban dunia yang lebih maju mensyaratkan adanya perkembangan tenaga produktif (salah satunya tenaga kerja,yang didalamnya termasuk perempuan) oleh karena itu perempuan harus diberikan syarat-syarat untuk dapat maju dan berkembang (ekonomi politik) dan merekonstruksi nilai-nilai sosial budaya yang masih membatasi terwujudnya kesetaraan.
e. Membangun organisasi payung perempuan. berfungsi sebagai wadah penyatuan kekuatan perempuan disegala sektor
tuntutan darurat (berfungsi untuk membangun produktivitas perempuan)
1. Tolak kenaikan harga kebutuhan dasar rakyat
2. Tolak privatisasi fasilitas publik yang menguasai hajat hidup orang banyak
3. Jaminan kesehatan gratis bagi perempuan
4. Pendidikan gratis ilmiah, demokratis, bervisi kerakyatan dan berkesetaraan gender
5. Kuota 50 % bagi perempuan disemua jabatan publik
6. Teknologisasi pekerjaan rumah tangga
7. Upah yang setara bagi perempuan
8. Jaminan akses teknologi dan informasi bagi perempuan
9. Menghapus/merevisi peraturan perundang-undangan yang mendikriminasikan perempuan, antara lain,
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Di dalam KUHP kasus kekerasan seksual oleh suami terhadap isteri sampai saat ini masih belum dianggap sebagai kejahatan, atau kasus kekerasan seksual terhadap masih dikategorikan sebagai pencabulan dengan ancaman pidana yang sangat ringan. Kekerasan terhadap perempuan dalam KUHP hanya didefinisikan sebagai perilaku kekerasan fisik belaka.
b. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Khususnya pasal 31 dan 34 yang menyatakan bahwa suami merupakan kepala keluarga, sedangkan isteri bertanggungjawab dalam hal pengurusan rumah tangga. Pasal tersebut jelas bias jender karena memposisikan kaum lelaki lebih unggul ketimbang perempuan. Pasal tersebut juga mengukuhkan streotipe peran perempuan sebagai pekerja domestik dan melegitimasi beban ganda kaum perempuan karena di samping sebagai pekerja publik, seorang perempuan juga dituntut tidak meninggalkan kerja domestik. Selain itu juga terkait pengaturan yang mengizinkan suami untuk melakukan poligami serta terbatasnya hak isteri untuk mengajukan gugatan cerai
c. Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Di dalam undang-undang kesehatan tidak tercantum pasal tentang pelayanan reproduksi yang menyebabkan pelayanan kesehatan reproduksi kaum perempuan terabaikan. Hal ini berkontribusi besar terhadap meningkatnya angka kematian ibu melahirkan.
d. Rancangan Undang-Undang Pornografi. Undang-undang ini menambah rentetan produk hukum yang bias gender di Indonesia karena mengatur dan membatasi perempuan untuk berperilaku dan mengekspresikan diri. Tubuh perempuan dianggap sebagai sumber kriminalitas, menempatkan perempuan sebagai obyek perangsang birahi dan hasrat laki-laki.
e. Kompilasi Hukum Islam. KHI yang diberlakukan khusus bagi umat muslim di Indonesia juga terdapat beberapa pasal yang bias gender. Misalnya, suami dapat berpoligami apabila isteri tidak mampu memberikan keturunan atau mengalami sakit yang tidak dapat disembuhkan. Selain juga terdapat aturan dimana suatu perceraian yang diajukan oleh isteri akan berakibat isteri tidak mendapatkan kiswah, maskan, mut’ah dan nafkah iddah. Disamping itu, pengaturan warisan bagi anak perempuan juga berbeda dengan anak laki-laki, yaitu 1:3.
f. Undang-Undang Pemilu. Undang-undang ini memang telah memasukkan kuota 30 % pencalonan kaum perempuan di dalam parlemen, tetapi kebijakan tersebut terkesan masih setengah hati karena tidak memuat pengaturan yang mengharuskan setiap partai politik untuk mempersiapkan landasan bagi perempuan untuk terjun keranah politik. Alhasil, keterlibatan perempuan dalam parlemen hanya terkesan sebagai pemanis tanpa adanya kapasitas untuk memperjuangkan kepentingan perempuan.
g. Undang- Undang Perlindungan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Khususnya pasal 53 mengatur bahwa tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya, merupakan delik aduan. Jika merupakan delik aduan maka, sebagaimana diamanatkan dalam KUHP, mempunyai batas waktu kadaluarsanya. Selain itu pasal 46 yang mengatur tentang kekerasan seksual yang terjadi di dalam rumahtangga. Unsur-unsur kekerasan hampir sama dengan yang diatur dalam pasal 285 tentang perkosaan, sehingga pengertian kekerasan seksual dalam undang-undang ini masih diartikan secara sempit (perkosaan), tidak termasuk pelecehan seksual dan pencabulan.
h. Perda Syariah di Aceh, Perda Pelarangan Prostitusi di Bantul Yogyakarta, Perda Jam Malam di Tangerang, dan perda diskriminatif lainnya.
8. lapangan kerja produktif untuk perempuan.
Jalan keluar (berfungsi untuk mengkatrol perubahan masyarakat yang setara)
1. Menggantikan rezim boneka imperialisme pemerintahan SBY-Boediono dengan pemerintahan persatuan gerakan rakyat demokratik yang bervisi kerakyatan dan berkesetaraan gender
2. Nasionalisasi industri asing di bawah kontrol rakyat
3. Membangun industri nasional di bawah kontrol rakyat
4. Membangun Lembaga Khusus Penanganan Kesetaraan Perempuan. Telah dijelaskan di awal bahwa perempuan berangkat dari titik yang tidak setara dengan laki-laki akibat budaya patriarkis yang telah terkonstruksi kuat dalam kesadaran masyarakat, oleh karena itu dalam pemerintahan persatuan rakyat demokratik harus dibangun lembaga khusus yang bertugas dan berwenang untuk melakukan penyadaran dan perumusan kebijakan yang pro terhadap perempuan. Lembaga ini harus mempunyai kedudukan hingga pada teritori terkecil agar dapat melakukan perumusan kebijakan secara partisipatoris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar