Dalam prakteknya, kebijakan otonomi daerah ternyata tidak serta merta memberikan jaminan bagi kehidupan demokrasi rakyat Indonesia. Persoalan sebagai ekses dari pemberlakuan otonomi daerah mulai bermunculan seiring dengan pemanfaatan kewenangan untuk melahirkan produk kebijakan yang jauh dari substansi demokratis. Proses depolitisasi dan deideologisasi yang melahirkan tindakan diskriminatif terhadap warga Negara termarjinalkan, khususnya perempuan tetap memegang peranan penting dalam kesadaran pimpinan daerah sebagai pemegang kedaulatan tertinggi wilayah yang bersangkutan. Alhasil, kebijakan yang jauh dari prinsip anti diskriminatif masih jauh dari harapan.
30 Agustus 2010
DISKRIMINASI DI BALIK KEDOK PENEGAKAN HUKUM
Dalam prakteknya, kebijakan otonomi daerah ternyata tidak serta merta memberikan jaminan bagi kehidupan demokrasi rakyat Indonesia. Persoalan sebagai ekses dari pemberlakuan otonomi daerah mulai bermunculan seiring dengan pemanfaatan kewenangan untuk melahirkan produk kebijakan yang jauh dari substansi demokratis. Proses depolitisasi dan deideologisasi yang melahirkan tindakan diskriminatif terhadap warga Negara termarjinalkan, khususnya perempuan tetap memegang peranan penting dalam kesadaran pimpinan daerah sebagai pemegang kedaulatan tertinggi wilayah yang bersangkutan. Alhasil, kebijakan yang jauh dari prinsip anti diskriminatif masih jauh dari harapan.
PELAKSANAAN KONVENSI CEDAW DAN PEMBEBASAN PEREMPUAN
Tanggal 24 Juli 2010 lalu tepat 26 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW dalam bentuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan. Harapan akan terciptanya tatanan masyarakat yang adil dan berkesetaraan mewarnai pemberlakuan aturan tersebut. Namun, Apakah Konvensi Cedaw telah mampu mengembalikan hak Perempuan yang sudah ribuan tahun terampas? Dan bagaimana implementasi konvensi ini dalam kultur sosial Indonesia?
24 Agustus 2010
Efektivitas Kereta Khusus Wanita (KKW) dalam Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
HETERONORMATIVITAS, KONSTRUKSI atau TAKDIR?
(MAHARDHIKA NEWS)- Pasca reformasi 1998, keindahan demokrasi relatif mulai dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Kenyataan ini tidak serta merta mengembalikan kebebasan kaum LGBTIQ yang selama ini dianggap aib di dalam masyarakat. Tekanan dalam keluarga dan masyarakat bercokol kuat, bahkan Negara juga masih belum berpihak pada mereka. Indikatornya adalah masih banyak kebijakan yang mendiskriminasikan kaum LGBTIQ dan pembubaran terhadap acara yang diinisiasi oleh kaum LGBTIQ. Sebagai contoh, penyerangan dan terror yang dilancarkan oleh Front Pembela Islam terhadap agenda Internasional Lesbian Gay Association (ILGA) di Surabaya pada tanggal 26-28 Maret 2010 yang lalu, dan mirisnya pembubaran ini diamini oleh aparat kepolisian yang bertindak sebagai alat pengamanan Negara.
22 Agustus 2010
Bangun Organisasi dan Kompartemen Perempuan Mandiri, Wujudkan Cita-Cita Pembebasan Perempuan
Linda Sudiono
Pengorganisiran dan gerakan perempuan gelombang pertama dan kedua membawa keberhasilan yang cukup signifikan bagi perubahan kondisi sosio kultural perempuan. Perempuan yang pada awalnya masih terkungkung kondisi pingitan dalam ranah domestik, saat ini sudah relatif mampu menikmati keindahan dan keanggungan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang terus mengalami dialektika dari setiap fase perkembangan sejarah. Namun apakah benar bahwa agenda emansipasi perempuan telah berhasil dan menemui titik jenuhnya? Apakah benar bahwa perempuan telah memperoleh kesetaraannnya ketika dia mampu bersaing dengan laki-laki? Perlu analisa lebih lanjut untuk menjawab pertanyaan kompleks yang timbul dari persoalan itu.
21 Agustus 2010
Skenario Dibalik Kenaikan Harga Kebutuhan Dasar Rakyat
Linda Sudiono
Kapitalisme telah gagal. Sepanjang perjalanan sejarah, sistem yang menganalisa proses produksi berdasarkan logika modal ini tidak mampu melepaskan diri dari krisis yang terus menggerogoti. Teori-teori baru terus dilahirkan untuk menemukan metode terbaik bagi kelangsungan hidup sistem kelas ini. Mulai dari teori liberalisme ala Adam Smith yang menjadi teori utama sistem kapitalisme di Amerika Serikat dan Inggris sekaligus menghantarkan dunia global pada great depression tahun 1930 , digantikan dengan teori Keynessian oleh John Maynard Keynes yang penyesuaian prakteknya ditolak oleh para elit serta perusahaan yang merasa dirugikan dengan program pemberdayaan masyarakat . Kegagalan demi kegagalan yang dialami sistem ini memotivasi para ekonom borjuis untuk menemukan jalan keluar yang paling efektif bagi sistem perekonomian global. Bermula dari frederick Von Hayek dan Milton friedman—filsuf ekonom universitas Chicacago—ekonomi liberal dihidupkan kembali dengan terminologi baru, yaitu ideologi Neoliberalisme.
02 Agustus 2010
AJAKAN AKSI PEREMPUAN MAHARDHIKA
KITA AKSI MENUNTUT BATALKAN KENAIKAN TDL, TOLAK KENAIKAN HARGA dan GANTI RUGI SELURUH TABUNG GAS 3KG
“Bangun Industri Nasional Di Bawah Kontrol Rakyat”
Harga Yang Terus Naik, Sementara Pendapatan/Gaji Tidak Naik
Ibu-ibu, coba perhatikan daftar kenaikan harga-harga beberapa kebutuhan pokok tahun ini:
Nama Barang Harga Sebelum Juli 2010 Harga pada bulan Juli 2010
Beras kualitas III Rp 4.900/kg Rp 5.400/kg
Beras kualitas II Rp 5.600/kg Rp 6.000/kg
Beras kualitas I Rp 7.000/kg Rp 7.200/kg
Gula Rp 10.000/kg Rp. 11.000/kg
Minyak goreng curah Rp 8.000/kg Rp 8.200/kg
Telur ayam ras Rp 13.000/kg Rp 15.000/kg
Daging Rp 55.000/kg Rp 58.000/kg
Cabe Rp. 40.000/kg
Bawang merah Rp. 8.000/kg Rp 18.000/kg
(dari berbagai sumber)
Dan masih sederet lagi daftar kebutuhan pokok yang terus merangkak naik setelah kebijakan pemerintah SBY-Budiono menaikkan tarif TDL pada 1 Juli 2010.