KOMITE NASIONAL
PEREMPUAN MAHARDHIKA
SBY-BUDIONO, ELIT POLITIK DAN PARTAI POLITIK,
GAGAL MENEGAKKAN DEMOKRASI, MENSEJAHTERAKAN DAN MELINDUNGI PEREMPUAN
DARI DISKRIMINASI SEKSUAL, EKSPLOITASI DAN KEKERASAN
SALAM PEMBEBASAN DAN SALAM KESETARAAN !
Pada tanggal 8 maret tahun 1908 di kota New York, sekitar 15.000 perempuan turun ke jalan menuntut hak-hak mereka diantaranya pemberlakuan 8 jam kerja, hak pilih dalam pemilu dan menuntut dihentikannya memperkerjakan anak dibawah umur. Dalam aksi tersebut mereka membawa slogan “Roti dan Bunga”. Roti melambangkan jaminan ekonomi dan Bunga melambangkan kesejahteraan hidup. Kemudian pada tahun 1910 dalam konferensi perempuan sosialis internasional disetujui tanggal 8 maret sebagai hari perempuan internasional, yang sejak saat itu sampai sekarang diperingati oleh seluruh perempuan di dunia.
Secara ideologis gerakan perempuan 8 maret ditunjukkan untuk melawan dominasi budaya, eksploitasi sistem kapitalisme dan proyek demokrasi liberal yang bias gender. Dalam konteks sosialis, kapitalisme praktis telah melahirkan praktek pemiskinan, diskriminasi, eliminasi dan budaya politik yang patriarki yang secara sistemik memarginalkan posisi sosial perempuan dan peran politik perempuan.
Lalu sudah sejauh mana keberhasilan gerakan perempuan saat ini? Terutama di Indonesia, apakah kaum perempuan sudah terbebaskan dari segala bentuk penindasan dan penghisapan? Ternyata, tidak! Masih banyak kaum perempuan yang belum terbebaskan, perempuan buruh, perempuan tani, perempuan kaum miskin kota, dan yang lainnya. Hak-hak mereka masih banyak yang ditindas oleh sistem ekonomi, sosial, politik dan budaya melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim penguasa saat ini.
Sejak 13 tahun yang lalu, semenjak kejatuhan rezim diktator Soeharto dan pintu demokrasi di Indonesia mulai terbuka lebar, maka gerakan perempuan kembali menemukan jalannya, bangkit kembali memperjuangkan hak-haknya yang ditindas selama 33 tahun. Namun sekarang, pintu demokrasi tersebut mulai tertutup secara perlahan-lahan, semenjak berkuasanya Susilo Bambang Yudoyono selama dua periode kepemimpinan. Banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak berpihak terhadap rakyat miskin dan perempuan.
SBY-BUDIONO, PARPOL DAN ELIT-ELIT POLITIKNYA antek KAPITALIS dan ANTI DEMOKRASI
Pemerintahan SBY-Budiono adalah pemerintahan yang mengabdi pada sistem ekonomi neoliberalisme yang kebijakannya selalu menguntungkan kaum pemodal dengan cara menghapuskan subsidi terhadap rakyat, kebijakan perdagangan bebas dan terbuka luasnya mekanisme kerja pasar. Akibatnya kemiskinan semakin meluas, dimana sebagian besar dialami oleh kaum perempuan inilah yang dinamakan dengan feminisasi kemiskinan. Pencabutan subsidi atas pendidikan dan kesehatan, kenaikan harga BBM dan TDL, UU ketenagakerjaan yang sangat diskriminatif. Akibat dari itu semua, perempuan harus menanggung biaya hidup keluarganya dengan mencari pekerjaan tambahan diluar kemauannya sendiri seperti menjadi buruh, Pekerja Rumah Tangga, pelacur dan lain-lain.
Krisis kapitalisme semenjak tahun 1997 ditambah lagi dengan krisis yang baru-baru ini terjadi membuat kesejahteraan perempuan semakin mundur. Menurut PBB, bahwa sekitar 1,3 milyar warga miskin dunia, 70% adalah perempuan dan menurut survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2008, bahwa angka kematian bayi dan ibu melahirkan di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia tercatat AKI berjumlah 390 per 100.000 kelahiran. Data PNFI Depdiknas menunjukkan bahwa dari total angka buta aksara di Indonesia 9,7 juta, 65 % nya adalah perempuan. Untuk tahun 2010 menurut data yang diambil di Republika online 25 februari 2010, 6,5 juta perempuan masih mengalami buta huruf atau sebesar 64% dari jumlah penduduk Indonesia atau dua kali lipat dari lelaki yang buta huruf. Sedangkan menurut Women Development Survey, perempuan Indonesia memiliki angka kemiskinan sebesar 111 juta jiwa, dan BPS DKI Jakarta menunjukkan angka pengangguran perempuan sebesar 88% dari total angka pengangguran.
Belum lagi yang dialami oleh kaum perempuan buruh, banyak PHK yang terjadi, pelarangan untuk berserikat (union busting), hak cuti haid dan hamil yang sangat sulit untuk didapat, upah yang rendah dibanding buruh laki-laki. Belum lagi yang dialami oleh PRT dan buruh-buruh migran. Sekarang ii banyak terjadi penyiksaan dan pelecehan yang dialami oleh para buruh migran atau TKW yang bekerja diluar negeri. Namun apa yang dilakukan oleh pemerintah SBY-Budiono, tidak ada! Hanya ucapan kasihan dan turut prihatain saja yang keluar dari mulutnya, tanpa ada tindakan jelas untuk merubah nasib para buruh migran Indonesia. Padahal dari jumlah devisa yang dimasukkan untuk Negara itu sebagian besarnya berasal dari para buruh migran dan TKI yang dikirim ke luar negeri.
Selain itu juga pemerintah SBY-Budiono adalah pemerintah yang masih menganut budaya patriarki. Itu dilihat dari disyahkannya UU pornografi dan pornoaksi dan masih banyak lagi kebijakannya yang membatasi kebebasan perempuan untuk berekspresi. Banyak bermunculannya Perda-Perda Syariah yang semakin mendiskriminasi perempuan. Ketika perempuan ingin mengekspresikan kebebasannya entah itu berorganisasi, kebebasan beragama atau kebebasan memilih orientasi seksual, harus diperhadapkan dengan adanya tindakan-tindakan represif dari para kaum fundamentalis seperti FPI, FAKI dan yang lainnya yang dengan sengaja dibiarkan oleh pemerintah. Ini semakin menunjukkan bahwa pemerintahan ini bersama dengan parlemen dan elit-elit politik busuknya berwatak patriarki dan anti demokrasi.
APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH PEREMPUAN?
Kapitalisme tidak pernah berkepentingan untuk membebaskan kaum perempuan. Kita tidak bisa berdiam diri dan membiarkan ini semakin berlarut-larut. Kaum perempuan harus bangkit dan memunculkan kembali semangatnya. Bersama-sama dengan rakyat tertindas lainnya dan kaum gerakan prodemokrasi, berbareng bergerak dan bersatu melawan kondisi yang sudah tidak tertahankan ini. Dengan semangat Hari Perempuan Internasional ini, Ayo kita menuntut kepada pemerintah untuk:
- Tolak PHK, Sistem Kerja Kontrak dan Outsouching.
- Peningkatan kesetaran upah dan keselamatan kerja bagi perempuan
- Stop PHK karena alasan Reproduksi (melahirkan, Haid, Keguguran).
- Berikan cuti haid, cuti hamil, cuti melahirkan, dan cuti memelihara bayi yan layak serta tetap dibayar penuh.
- Berikan tempat penitipan dan pengasuhan anak yang gratis dan berkualitas.
- Berikan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT), Pemenuhan hak-hak buruh migran dan keluarganya.
- Pendidikan Gratis, Ilmiah, Modern, Demokratis dan Setara.
- Lapangan Pekerjaan yang produktif, layak dan bebas dari eksploitasi.
- Kesehatan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat.
- Kuota 50% untuk perempuan disemua jabatan public.
- Pelurusan sejarah gerakan perempuan Indonesia.
- Revisi dan atau cabut seluruh peraturan perundangan yang diskriminatif dan menindas perempuan.
- Perumahan, air bersih, transportasi dan energy murah, sehat dan massal.
- Hentikan Kekerasan dan Diskriminasi Seksual serta Lawan diskriminasi terhadap hak-hak LGBTIQ.
- Stop pencemaran; perbaikan kerusakan lingkungan hidup.
Oleh karena itu kami punya jalan keluar untuk perempuan dan rakyat Indonesia:
- Lawan musuh-musuh rakyat dan kaum perempuan (kapitalisme dan pemerintah agen kapitalime, patriarki dan militerisme).
- Industrialisasi nasional oleh dan untuk rakyat
- Pemusatan pembiayaan dalam negeri untuk industry nasional dan kebutuhan darurat rakyat dan perempuan.
- Membangun organisasi dan gerakan perempuan untuk kekuasaan rakyat yang setara gender.
- Membangun kebudayaan baru yang maju, produktif, modern dan feminis.
Perempuan Keluar Rumah!
Bangun Organisasi Gerakan Perempuan
Lawan Kapitalisme, Patriarki dan Militerisme, Berjuang untuk Kesejahteraan dan Kesetaraan
Ganti Pemerintahan Kapitalis SBY-Boediono; Tinggalkan Elit-elit Politik Busuk
Bersatu, Bentuk Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin
Jakarta, 7 Maret 2011
KOMITE NASIONAL
PEREMPUAN MAHARDHIKA
Linda Sudiono Dian Novita
Pjs Ketua Sekertaris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar