PEREMPUAN KELUAR RUMAH! BANGUN ORGANISASI dan GERAKAN PEREMPUAN LAWAN PATRIARKI dan KAPITALISME untuk KESETARAAN dan KESEJAHTERAAN

20 September 2008

Aku Hendak Merebut Kemerdekaanku [Kartini 1900]

Aku hendak merebut kemerdekaanku;
Aku ingin dan aku harus berperang untuk kemerdekaanku… (Kartini, 1900)


Kepada kawanku, Kartini.


Kami tuliskan kembali sikapmu, disini.
Kami lanjutkan perangmu, hari ini.

Perang mayoritas umat manusia di dunia saat ini.

Belum selesai perangmu melawan kolonialisme, kawan. Perang itu berlanjut hari ini, melawan eksploitasi manusia atas manusia dalam wujudnya yang paling keji: kepemilikan. Kepemilikan terhadap perempuan; kepemilikan terhadap hasil kerja orang lain, itulah yang sedang dan akan terus kami lawan. Karena kemerdekaan adalah hasil perlawanan, hasil dari pergerakan, bukan hadiah atau belas kasihan.


Kami belajar dari perjuanganmu, lebih dari 100 tahun yang lalu: bahwa mengangkat harkat dan martabat rakyat pribumi, sama kuatnya dengan memerdekakan kaum perempuan. Untuk itu, kami membangun kembali organisasi dan gerakan perempuan mandiri— yang tak sempat kau lakukan, namun dilakukan oleh kawan-kawanmu selama lebih dari 30 tahun sejak tahun 1928; menyatukan perlawanan perempuan dengan perlawanan mayoritas rakyat—yang hari ini menjadi kuli di negerinya sendiri –sebagai sumbangsih kaum perempuan terhadap masyarakatnya.


Hari ini kami menghendaki kebebasan; menghendaki kesetaraan. Namun mana mungkin kami berangkat ke surga sendirian? Mana mungkin kami setara di tengah ketimpangan rakyat? Mana mungkin kami bebas di tengah rakyat (kebanyakan perempuan) yang tak bisa baca-tulis; tak bisa berobat ke rumah sakit; tak bisa sekolah; tak ada kerja, bahkan kelaparan, akibat penguasanya yang terus membungkuk pada kepentingan pemilik modal asing.

Saking membungkuknya, penguasa sekarang lebih memilih menyengsarakan rakyatnya sendiri, ketimbang membuka mata dan telinga terhadap kemandirian negeri-negeri selatan lainnya dari dominasi modal asing. Celakanya, sebagian kaum pergerakan pun mulai ikut-ikutan membungkuk. Dengan alasan taktis dan realistis, mereka bergabung dengan alat-alat dan cara-cara penguasa; yang penting bisa berkuasa—untuk memperbaiki nasib rakyat dari parlemen, dari atas, katanya. Kaum perempuan juga berbondong-bondong mengikuti jejak itu; karena alat-alat penguasa memberikannya kuota.


Agh, entah darimana resep kekuasaan semacam itu. Entah kekuasaan seperti apa yang mau dibangun tanpa pergerakan; tanpa perlawanan dari bawah, dari pemilik syah kekuasaan, Rakyat—sebagian besar perempuan. Untuk itu, kami memilih untuk tidak menyerahkan harga diri dan kepemimpinan politik kami ke tangan mereka. Dengan kreatif dan sabar, kami akan mengolah dan menyatukan berbagai ekspresi perlawanan kaum perempuan; mengolah kembali pergerakan perempuan, dengan mempersatukan fragmen-fragmen kaum gerakan yang bercita-cita sama.


Kami tak mau tanggung-tanggung, karena kami mau merdeka; karena saat ini kami memandang: inilah saatnya untuk membangun kekuatan perempuan dan rakyat mandiri.


Sampai disini dulu, kawanku.

Kita belum kalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar