Pernyataan Sikap
Hari Ibu Nasional
Pemerintahan SBY-Budiono, Parlemen, dan Partai-Partai Politik Gagal!
Perempuan Bersatu Bangun Organisasi Gerakan Perempuan dan Persatuan Gerakan Rakyat!
Sudah 82 tahun sejak Kongres Wanita Pertama diberlangsungkan di Yogyakarta, atau sudah 51 tahun sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden No.316 Tahun 1959 tentang penetapan Hari Ibu Nasional pada tanggal 22 Desember. Selama itu pula tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap kondisi perempuan di Indonesia. Kongres Wanita Pertama yang lebih banyak mengandung pembahasan politik, tuntutan kemerdekaan, dan perjuangan perempuan menuntut hak-haknya justru diputarbalikan faktanya pada Era Orde Baru. Pada Massa pemerintahan orde baru Soeharto, nilai-nilai perjuangan perempuan diberangus, dan perempuan kembali di domestifikasikan dibawah tekanan paham Ibuisme. Organisasi-organisasi perempuan yang dibangun adalah organisasi istri seperti Dharmawanita, Bhayangkari dll, yang fungsi dan posisi strukturnya sesuai dengan posisi jabatan Suami. Semua organisasi perempuan harus dibawah kontrol pemerintah, tidak lagi berbicara tentang politik, tentang hak perempuan, apalagi dengan lugas mengkritisi kebijakan pemerintah.
Terbukanya kembali kran demokrasi pasca Reformasi 1998, Gerakan Perempuan yang progresif juga mulai muncul. Mahasiswa di kampus-kampus mulai membentuk kelompok-kelompok diskusi perempuan, melakukan aksi turun kejalan, dan perempuan mulai terlibat dalam persatuan gerakan rakyat menumbangkan pemerintahan dikatator Soeharto. Namun apa yang terjadi, sudah 12 tahun sejak era reformasi, para aktivis dan partai-partai yang mengaku reformis dan pro rakyat, kini berhenti berjuang menegakkan demokrasi. Partai-partai sisa-sisa Orde Baru dan mantan tentara tetap bercokol di Parlemen, bahkan ikut bersama-sama meneriakan Demokrasi dan mengilusi kesadaran rakyat. Juga tidak ubahnya dengan aktivis-aktivis perempuan yang dulu berani turun kejalan, kini tidak lagi percaya dengan kekuatan mobilisasi massa, mereka ikut beramai-ramai masuk kedalam partai-partai politik yang dulu mereka hujat.
Ya, para perempuan dalam parlemen pemerintahan SBY-Budiono saat ini jumlahnya lebih banyak dibandingkan pada era pemerintahan Soekarno, tetapi mengapa lebih banyak isu-isu perempuan dibahas dalam pemerintahan Soekarno? Salah satu persoalannya adalah posisi perempuan dalam parlemen saat ini tidak diperkuat dengan gerakan massa, pada Era Soekarno Gerakan Massa sangat massive sehingga dapat menekan isu-isu rakyat untuk dapat diperjuangkan dalam parlemen. Memang, kita dapat melihat salah satu keberhasilan perempuan-perempuan dalam parlemen saat ini, yaitu dengan golnya Kuota 30% bagi perempuan. Tetapi bagaimana halnya dengan perempuan-perempuan Buruh, Kaum Miskin Kota dan juga perempuan nelayan? Apakah Kuota ini berlaku untuk mereka? Jawabannya tentu saja tidak, karena Kuota 30% hanya di khususkan untuk perempuan-perempuan terpelajar dan mempunyai modal untuk bersaing dalam politik. Dan impian ini terlalu tinggi untuk perempuan buruh, perempuan tani dan perempuan nelayan yang tentu saja sulit untuk mengakses pendidikan yang semakin hari semakin mahal.
Hampir dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, jumlah kasus-kasus penganiayaan terhadap buruh perempuan terus bertambah, angka Kematian ibu tetap tinggi yaitu 228 jiwa dari 100.000 kelahiran, harga kebutuhan bahan pokok yang semakin meningkat, pendidikan yang semakin mahal, TDL naik, ditambah lagi dengan banyaknya produk Udang-Undang yang tidak pro kepada perempuan seperti UU Anti Pornografi dan Pornokasi, juga Perda-Perda yang dianggap berdasarkan agama tertentu, yang keseluruhannya semakin menambah rentetan permasalahan perempuan.
Kondisi yang dialami perempuan ini, tidak akan berubah selama pemerintahannya tidak pro kapada perempuan. Maka dari itu, kami Perempuan Mahardhika menyatakan bahwa Pemerintahan SBY-Budiono, Parlemen, Partai-Partai Politik telah GAGAL menegakkan demokrasi dan memberikan keadilan bagi rakyat.
Kami meyerukan kepada perempuan-perempuan Indonesia, Bangun Organisasi Gerakan Perempuan untuk perubahan. Juga kepada semua organisasi perempuan, buruh, mahasiswa, petani, kaum miskin kota untuk melakukan perlawanan dan menggalang persatuan demi terwujudnya pemerintahan persatuan rakyat yang adil, setara dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Ayo bersatu tuntut:
- Hantikan Kekerasan terhadap perempuan dan masyarakat sipil
- Pendidikan Gratis, ilmiah, demokratis,s feminis dan bervisi kerakyatan
- Kesehatan Gratis untuk seluruh rakyat
- Upah yang layak dan setara juga kemanan kerja untuk perempuan
- Kuota 50% dalam seluruh sektor public untuk perempuan
- Cabut semua undang-undang yang mendiskriminasi kaum perempuan dan LGBTI.
- Jaminan untuk kebebasan berorganisasi, berpendapat, berkeyakinan, berideologi dan berekspresi.
- Tolak Poligami
- Bubarkan Komando Teritorial TNI
Wujudkan Jalan Keluar Penindasan Rayat dan Perempuan Indonesia:
1. Industrialisasi Nasional oleh dan untuk Rakyat
2. Pemusatan Pembiayaan dalam Negeri untuk industri nasional dan kebutuhan darurat rakyat & kaum perempuan
(tolak bayar utang hingga rakyat sejahtera; nasionalisasi industri dan perbankan vital di bawah kontrol rakyat; sita harta koruptor dari Soeharto hingga saat ini; pajak bagi transaksi spekulasi, dll)
3. Membangun organisasi dan Pergerakan Perempuan untuk Kekuasaan Rakyat yang setara Jender
4. Membangun Kebudayaan Baru yang Demokratis, Maju, Produktif, Modern dan Feminis
Perempuan Keluar Rumah!
Lawan Kapitalisme, Berjuangan untuk Kesejahteraan, Kesetaraan dan Demokrasi!
Jakarta, 22 Desember 2010
Linda Sudiono Pjs. Ketua Umum | Dian Novita Sekretaris Nasional |
Membangun Kebudayaan Baru yang Demokratis, Maju, Produktif, Modern dan Feminis.
BalasHapuskebudayaan kita amatlah luhur, tak perlu diganti
ada yang mau dipoligami?????
BalasHapus