Pelarangan terhadap penyelenggaraan festival film internasional yang mengusung isu tentang LGBTIQ dan persoalan gender oleh Front Pembela Islam (FPI) merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan merupakan tindakan yang mengancam penegakkan demokrasi di Indonesia. Sejak reformasi tahun 1998, penegakkan demokrasi di Indonesia terus mengalami kemunduran. Ancaman terhadap kebebasan berserikat, kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, kebebasan beribadah dari kalangan milisi sipil reaksioner dengan mengatasnamakan “pemberantasan maksiat ” semakin gencar terjadi. Pengontrolan terhadap kebebasan orientasi seksual masyarakat melalui pengkonstruksian heteronormativitas melalui elemen-elemen masyarakat dengan tegas telah mengebiri hak kaum LGBTIQ sebagai bagian dari entitas masyarakat yang harus diakui keberadaannya.
28 September 2010
PENYERANGAN FPI TERHADAP FESTIVAL Q!FILM, BENTUK KEMUNDURAN DEMOKRASI DI INDONESIA
(Mahardhika.News) tindakan represivitas yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) kembali terjadi. Kini menimpa festival film internasional LGBTIQ yang diselenggarakan di tiga kota di Indonesia, antara lain Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Aksi demonstrasi FPI yang terjadi di jakarta ini telah mengakibatkan pembatalan jadwal pemutaran film di Centre Culturel Francais, Japan Foundation dan Goethe Institute tanggal 28 September 2010. Meski demikian, Festival film yang bertujuan untuk mengkampanyekan hak asasi kaum LGBTIQ dan penyebaran HIV/AIDS ini akan tetap diselenggarakan.
24 September 2010
Perlawanan Buruh Perempuan PT. SAI Apparel di Semarang
(Mahardhika News). Pelanggaran terhadap hak buruh kembali terjadi. Kali ini menerpa 9000 buruh perempuan dari PT. SAI Apparel yang berkedudukan di Jalan Brigjen Sudiarto, Semarang. Pelanggaran janji dari pihak perusahaan yang akan membayarkan gaji dan THR pada tanggal 6 Agustus 2010 menuai kemarahan dari para Buruh perempuan yang selanjutnya mengekspresikan tuntutan mereka dengan menggelar aksi pada tanggal 8 Agustus 2010, di kawasan pabrik Apparel.
Pembayaran sejumlah Rp. 750.000/Buruh ditambah dengan uang lembur dan Tunjangan Hari Raya (THR) selama dua minggu ini ditunda pembayarannya oleh pihak perusahaan dengan alasan tidak mempunyai anggaran untuk pembayaran tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)