PEREMPUAN KELUAR RUMAH! BANGUN ORGANISASI dan GERAKAN PEREMPUAN LAWAN PATRIARKI dan KAPITALISME untuk KESETARAAN dan KESEJAHTERAAN

17 November 2012

Liputan Aksi Bersama Respon Perkosaan Buruh Migran di Malaysia



Karena Kami Manusia, Maka Kami Melawan

Liputan aksi bersama lawan perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan 

Marah atas keberulangan kasus perkosaan yang dialami buruh migran Indonesia di Malaysia, kali ini Forum Buruh Lintas Pabrik-Perjuangan Pergerakan Buruh Indonesia (FBLP-PPBI) bersama dengan Perempuan Mahardhika, Radio Komunitas Marsinah FM, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Serikat Pekerja Tekstil Tanah Abang (SPTBG) mengadakan aksi bersama di Kedutaan Besar Malaysia (17/11/12) yang dipimpin oleh Midamidarti sebagai kordinator lapangan. Massa aksi yang sebagian besar buruh dan berjumlah sekitar 50an orang ini memulai aksinya pada pukul 10.05 wib. Massa aksi berjalan dari titik kumpul menuju Kedubes Malaysia sambil meneriakan salah satu yel-yel “Buruh Migran Diperkosa SBY Tanggung Jawab”. 

Tepat di depan Kedutaan, mereka menyampaikan orasi politiknya. Nisma, salah seorang perwakilan dari SBMI menyatakan,  setelah SBY menghadiri undangan Ratu Inggris sebagai bentuk apresiasi Inggristerhadap perkembangan yang dicapai Indonesia dan menerima gelar  kehormatan dari Ratu Elizabeth II, namun ironisnya persoalan buruh migran termasuk perkosaan terus menerus berulang. Nisma juga menyatakan kekecewaannya karena persoalan buruh migran yang tidak berdokumen ini dihubungkan dengan kasus perkosaan yang dialami korban. Faktanya, dalam kasus penangkapan terhadap buruh migran tak berdokumen ini, buruh migran perempuan selalu menjadi korban yang paling rentan kekerasan terutama kekerasan seksual. Namun bukan berarti buruh migran perempuan tak berdokumen dijadikan alasan untuk tidak mendapatkan perlindungan yang aman dan nyaman bagi mereka. 

PERNYATAAN SIKAP AKSI BERSAMA LAWAN PERKOSAAN DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN




"Tangkap, adili, penjarakan pelaku pemerkosaan buruh migran Indonesia di Malaysia!"

Buruh migran atau yang selama ini banyak disebut Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mendapatkan julukan yang sangat mulia yaitu Pahlawan Devisa. Namun, apa yang mereka hasilkan sangat berbanding terbalik dengan apa yang mereka dapatkan. Baru-baru ini kita dengar di media bahwa ada “harga discount” untuk buruh migran asal Indonesia, tenaga kerja yang mereka hasilkan di obral dan dihargai murah tanpa pernah diberitahu hak mereka sebagai pekerja. Pendidikan rendah, kemiskinan, dan lapangan pekerjaan yang tidak mampu disediakan pemerintah membuat mereka terpaksa untuk memilih jalan menjadi pekerja  di negeri orang, dengan harapan mendapatkan upah yang besar dan mampu memenuhi mimpi-mimpi keluarga. 

Selain itu, minimnya pengetahuan tentang hak-hak sebagai perempuan dan pekerja, menjadikan buruh migran asal negara kita juga rentan mengalami pelecehan bahkan pemerkosaan. Ditambah lagi, belum adanya kebijakan dalam negeri yang mengatur tentang Pekerja Rumah Tangga baik migran maupun domestik. Bahkan MoU atau nota kesepakatan yang dibuat antara pemerintah Malaysia dengan Indonesia yaitu buruh migran dapat memegang sendiri dokumen pribadi mereka dan memperoleh hari libur, tidak berjalan. Ini terlihat dari kasus yang dialami oleh buruh migran Indonesia yang ditangkap kepolisian Penang lantaran tidak membawa dokumen asli (paspor). Tidak berhenti disitu, buruh migran tersebut juga mengalami pelecehan serta pemerkosaan selama ditahan, dan perkosaan ini dilakukan oleh tiga orang polisi di Pos Polisi tempat dia diamankan. Tidak lama berselang, pemberitaan mengenai perkosaan juga di alami oleh buruh migran asal Aceh yang disekap dan diperkosa oleh Majikannya di Negeri Sembilan. Hal ini menambah catatan hitam pemerintah Indonesia dalam upaya melindungi pekerjanya diluar negeri.