PEREMPUAN KELUAR RUMAH! BANGUN ORGANISASI dan GERAKAN PEREMPUAN LAWAN PATRIARKI dan KAPITALISME untuk KESETARAAN dan KESEJAHTERAAN

20 Februari 2011

Pernyataan Sikap Oleh Perempuan Mahardhika Komite Kota Ternate


KOMITE KOTA TERNATE
PEREMPUAN MAHARDHIKA
Sekretariat: Jl. Pahlawan Revolusi,
Email: mahadhikaternate@gmail.com, Hp: 0852  9817 7698


PERNYATAAN SIKAP
Nomor : 015/PS/eks/KKT-PM/Tte/II-11


“MENGUTUK PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK”

Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan hukum oleh Negara atas segala bentuk diskriminasi dan kekerasan—baik secara ekonomi maupun seksual—sebagaimana yang telah diamanatkan dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak “Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental”.

Namun, berbagai aturan perundang-undangan yang telah ada realitasmya tidak mampu menyelesaikan kasus-kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap anak, bahkan tiap tahunnya angka-angka statistik membuktikan bahwa jumlah kekerasan dan diskriminasi terhadap anak—terutama anak perempuan—terus meningkat. Jika diteliti lebih jauh telah jelas bahwa Negara—melalui aparaturnya—tidak pernah merasa berkepentingan dalam menghapus dan menuntaskan kasus-kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap anak, bahkan Negara melalui legalitasnya dengan “tegas” telah ikut serta melakukan diskriminasi dan kekerasan terhadap anak dengan berbagai macam bentuk diantaranya tertutupnya sarana bagi anak untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai tenaga produktif bangsa, semisal anak dari golongan keluarga kurang mampu (baca: miskin) tidak  memperoleh akses/kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak serta kesehatan yang berkualitas.

Akibat watak dan karakter pemerintah yang senang menjadi makelar/komprador yang selalu membungkuk pada kepentingan koorporasi kapitalisme global, akhirnya mendorong Negara tidak pernah berkesempatan untuk mandiri secara ekonomi dan berdaulat secara politik maka pengangguran dan kemiskinan yang terus meningkat adalah jawaban atas semuanya. Dampak terbesar dari kemiskinan yang terus menjamur di Negeri ini ternyata mendorong Negara melakukan penindasan berlapis terhadap rakyat—yang telah dimiskinkan sebelumnya. Ketidakmampuan Negara dalam menuntaskan kemiskinan rakyatnya ini, mengakibatkan program yang dijalankan pun semakin menindas rakyat. Melalui program pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat (baca: rakyat miskin) dan untuk meningkatkan devisa negara maka praktek perdagangan orang (terutama perempuan dan anak) ke luar negeri pun secara legal dilakukan. Dan tidak sedikit dari para TKI—terutama TKW—ini yang kemudian mendapat tindakan diskriminatif oleh majikan dalam bentuk kekerasan fisik dan psikis seperti pemerkosaan dan/atau penganiayaan. Bahkan tidak sedikit pula yang harus dipulangkan ke tanah air dalam kondisi tak lagi bernyawa.

Anak dan perempuan—yang sejak berabad-abad lamanya telah menempati posisi terekstrim dalam masyarakat berklas ini—harus semakin termundurkan akibat sistem hukum negara yang tidak pernah “tegas” dalam hal melakukan perlindungan. Keduanya tidak hanya menjadi korban kebijakan ekonomi yang menindas tapi seringkali juga menjadi korban pelecehan seksual pada daerah dan/atau situasi konflik—DOM Aceh, Papua, Ambon, Maluku Utara, Poso dll.

Sementara untuk Maluku Utara sendiri, berbagai kasus-kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak—terutama dalam kasus pelecehan seksual—sering tidak terungkap ke publik dan jika ada yang terungkap pun, penyelesaiannya jarang (jika tidak bisa dikatakan tidak sama sekali) berhasil mendapat kepastian dan kejelasan hukum. Salah satunya adalah kasus-kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual yang marak terjadi pada masa konflik horisontal atas kepentingan politik yang bertopeng agama—berkisar di akhir tahun 1999 hingga 2000.

Tidak hanya pada kondisi konflik dan oleh masyarakat biasa perempuan dan anak mendapatkan kekerasan dan pelecahan seksual, pada kondisi tenang pun perempuan dan anak sering menjadi objek pelampiasan seks oleh oknum-oknum pejabat. Belum lama ini (01 Februari 2011) telah terjadi pemerkosaan dan/atau pelecehan seksual terhadap anak perempuan yang berusia 17 tahun oleh Buhari Buamona, Sekretaris Pribadi Bupati Kabupaten Kepulauan Sula di Rumah Adat—yang saat ini tengah ditempati oleh Buhari (pelaku pemerkosaan).

Mengingat untuk kasus yang terakhir—dan terbaru—ini telah melibatkan salah satu pejabat daerah—yang harusnya bertindak sebagai pelaksana Undang-Undang yang bertugas memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak—dan untuk menjaga kedepannya tidak terulang kembali kasus-kasus serupa yang akan menimpa perempuan dan anak lainnya serta untuk mendorong setiap orang agar merasa berkepentingan dalam perjuangan melindungi hak-hak perempuan dan anak, maka kami dari PEREMPUAN MAHARDHIKA KOMITE KOTA TERNATE dengan ini memberikan kecaman dan sikap sebagai berikut:

1.    Mengutuk keras perbuatan asusila—pemerkosaan dan/atau pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur—yang dilakukan oleh Buhari Buamona (Sekretaris Pribadi Bupati Kab. Kep. Sula) sehingga dapat berakibat pada trauma psikologi yang berkepanjangan;
2.    Mendesak kepada Polres Kab. Kep. Sula agar secepatnya melakukan proses hukum (penangkapan dan penahanan) terhadap Buhari Buamona selaku pelaku pemerkosaan;
3.    Meminta kepada Polda Maluku Utara untuk mendesak Polres Kab. Kep. Sula untuk lebih serius dan mempercepat proses penyelesaian kasus ini secara hukum agar tidak didiamkan berlarut-larut seperti kasus-kasus lainnya;
4.    Meminta kepada pihak-pihak yang lainnya (Bupati Kab. Kep. Sula) untuk seceptnya melakukan pemecatan terhadap Buhari Buamona;
5.    Mendesak kepada Polres kab. Kep. Sula untuk menindak tegas pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus tersebut dan/atau pihak-pihak lain yang terindikasi menghambat proses penyelesaian secara hukum yang sedang berlangsung;
6.    Mendesak kepada Polres Kab. Kep. Sula agar memberikan perlindungan khusus kepada pihak korban (dan keluarga) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Pasal 1 butir 15);
7.    Mengajak kepada seluruh masyarakat Kab. Kep. Sula dan masyarakat Maluku Utara secara umum untuk melakukan pengawalan terhadap proses hukum penyelesaian kasus tersebut.

Demikian sikap ini kami buat.

Ternate, 19 Februari 2011

MENGETAHUI
KOMITE KOTA TERNATE
PEREMPUAN MAHARDHIKA







Astuti N. Kilwouw                                                                                     Fatmawati Kaimudin
        Ketua                                                                                                       Sekretaris


Tidak ada komentar:

Posting Komentar