Mendukung Penuh Perjuangan Mama-Mama dan Kaum Perempuan Lainnya
di Tanah Papua :
Hentikan
Diskriminasi terhadap warga asli Papua! Berikan pasar permanen yang nyaman dan
strategis bagi perekonomian mama-mama pegadang asli Papua!
Salam Kesetaraan,
Saat melihat jejaring sosial, ada yang membuat kami
bangga ditengah respon 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Kaum Perempuan
Papua kembali berani bersuara, melakukan metode aksi turun kejalan disaat
situasi politik Papua sedang kembali bergerak. Kami dari Perempuan Mahardhika
mengapresi dan mendukung sepenuh-penuhnya perjuangan Mama-Mama pedagang asli
Papua yang sedang menuntut hak ekonomi mereka agar bisa berdagang hasil bumi
mereka dengan nyaman untuk bertahan hidup.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Papua memiliki
sumber alam yang melimpah namun hasil bumi sebagai lahan utama perekonomian
warga asli Papua sedikit dinikmati mereka. Lihat saja Freeport yang sudah 44
tahun bercokol di Tanah Papua, warga asli hanya dijadikan buruh rendahan yang
dibayar dengan upah murah. Mereka tidak diajarkan bagaimana mengelola gunung
emas yang bisa menghasilkan keuntungan Rp. 114 milyard per hari atau sekitar Rp
41,04 Trilyun per tahun. Hal serupa terjadi di sektor dagang, warga asli Papua mengalami
penyingkiran akses ekonomi untuk berdagang. Pasar permanen yang dijanjikan
pemerintah setempat tak kunjung datang. Sebagai gantinya mama-mama hanya
diberikan dulu pasar sementara. Namun selama berjalan 1 tahun ini, sangat sulit pedagang asli Papua mengakses
fasilitas, baik dalam hal air bersih, wc, listrik (dengan pembayaran yang tak
jelas), dan lapangan parkir. Bahkan mereka harus bersaing lagi dengan pasar penyangga
yang ada di terminal Mesran.
Kami sangat menyesalkan tindakan pemerintah yang terus mendiskriminasikan
warga asli papua dalam mengakses saranan fasilitas pasar yang bila tak segera
dihentikan dapat memicu konflik etnis dan rasial di Papua. Bahwa pada
prinsipnya, tidak boleh adanya pembedaan akses terhadap warga asli dengan
pendatang itu benar, seperti termaktub dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi
Manusia (DUHAM) tahun 1948 dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-undang no.7 tahun 1984, Indonesia
seharusnya melindungi hak asasi setiap warga negaranya tanpa memandang jenis
kelamin, ras, suku, agama, dan orientasi seksualnya. Namun, agar tidak menjadi
tataran teori dan Undang-Undang saja, kita memang harus melihat kembali sejarah
Papua. Selain pengabaian hak ekonomi politik, ternyata penindasan ras masih terjadi secara
sistematis terhadap mereka, warga asli Papua.
Oleh karenanya, kami mendukung perjuangan mama-mama
pedagang pasar untuk juga mendapat hak ekonomi dan akses faslitas pasar yang
sama bagi warga non-papua, kami meyerukan:
1.
Hentikan Diskriminasi terhadap warga asli Papua!
2.
Berikan pasar permanen yang nyaman dan strategis
bagi perekonomian mama-mama pegadang asli Papua!
3.
Hentikan pembangunan mal-mal tanpa konsultasi
dengan rakyat setempat!
4.
Penuhi hak-hak ekonomi, sosial budaya dan sipil
politik perempuan Papua dan rakyat Papua pada umumnya, agar dapat dengan setara
mengelola sumber-sumber kekayaan alamnya secara adil bagi kebaikan seluruh rakyat
dan bumi tempat hidupnya!
Sekian
Hidup Perempuan Papua!