Belajar
Dari Protes Melawan Perkosaan di India
Hati marah, gelisah dan
prihatin. Tak pernah berhenti bicara soal protes, karena memang pada kenyataan
harus diprotes. Jika memang ada kebaikan, biarkan itu menjadi kebaikan yang
diapresiasi namun tidak menghilangkan kritik bukan agar menjadi lebih baik. Berdasarkan
hasil penelitian Yayasan Thompson Reuters, Indonesia menjadi bagian negara yang
tidak menhargai dan menghormati kaum perempuan, selain India dan Arab Saudi.
Salah satunya yang menjadi sorotan dunia adalah Perkosaan. Kasus perkosaan di
Indonesia semakin hari makin meningkat, korbannya mulai bayi berusia 8 bulan
hingga nenek berusia 82 tahun. Perkosaan bisa terjadi oleh siapa saja dan
dimana saja. Artinya di segala ruang ketika ada kesempatan pelaku akan
melakukan aksinya untuk memuaskan hasrat seksualnya. Tak peduli siapa
korbannya. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk menyalahkan korban yang menjadi
penyebab terjadinya perkosaan karena berpakaian mini, menggoda, tidak perawan,
dan lainnya. Bukan kami, perempuan penyebabnya, melainkan kesadaran patriarkhi
yang luar biasa terdapat di masyarakat kita hari ini. Budaya patriarkhi adalah
budaya yang menempatkan perempuan sebagai obyek; obyek pasar dunia, obyek
seksual, obyek lelucon; menjadi posisi
nomor dua dalam kesadaran aktivitas masyarakat kesehariannya. Itu artinya,
budaya patriarkhi masuk dalam alam kesadaran baik laki-laki maupun perempuan.
Meskipun laki-laki berkecenderungan mereproduksi kesadaran patriarkhi melalui
“privilege” nya yang sudah mendarah daging bertahun-tahun sepanjang sejarah
penindasan perempuan.